Toa Kaba neku RD.Lukas Nong Baba siap dilaksanakan Rabu 22 Januari 2020.
Foto : Rapat DPP Paroki Langa
DPP Paroki Langa siap melancarkan acara Pemakaman Romo Lukas Nong Baba yang diawali dengan upacara Toa Kaba kemudian dilanjutkan dengan Misa Requem di Gereja Maria Ratu Semesta Alam pada pukul 10 pagi. Kemudian almarhum RD. Lukas diarak menuju Mataloko untuk dimakamkan tepat di pemakaman umum para Imam projo Kevikepan Bajawa.
RD. Lukas Nong Baba tutup usia pada umur 80 tahun di rumah sakit Siloam Manggarai barat pada Minggu 19 Januari 2020 tetap pada acara penutupan Reba Langa ( Kobe Sui).
RD.Lukas Nong Baba merupakan imam senior Keuskupan Agung Ende yang lebih dikenal dengan pastor Komoditi. Selama menjadi imam, beliau berugas sebagai pastor paroki Jerebuu, MBC dan Langa dengan karya utamanya adalah komoditas pertanian. Beliau selalu mengajak umat untuk menanam pohon dan tanaman lainnya.
Hampir semua orang yang pernah dekat dengannya, lebih khusus para pemerhati Lingkungan tentu akan selalu ingat dengan ungkapan "SELAMA MANUSIA MASIH HIDUP KONFLIK AKAN TETAP ADA".
Dengan spirit mengadvokasi pendekatan tanpa kekerasan bersama lembaga advokasi dan penguatan masyarakat sipil (LAPMAS ) Ngada dan tim kolaborasi pengelolaan kawasan cagar alam watu Ata, Romo Lukas sangat gigih memperjuangkan, menyuarakan aspirasi masyarakat agar bisa keluar dari tekanan dan terbebas dari belenggu diskriminasi, demikian tulisan di dinding facebook milik pak Rikardus Nuga.
"Romo Lukas telah menginspirasi banyak orang walaupun telah tutup usia, banyak yang kami berkaca padamu bagaimana memperjuangkan hak - hak orang kecil,"kata Rikardus.
Sejak menghembuskan nafas terakhir di RS.Siloam, jenazah Romo Lukas langsung dihantar ke Paroki Langa.
Selamat Jalan opa romo Lukas.
Aku hanya ingin Hidup Dan tak ingin Kaya Aku ingin melihat banyak Tempat Mendengar banyak suara Dan menghirup banyak Bau Kehidupan. Alangkah mengerikan terpenjara dalam satu Tempat,karena sangat menjemukan. Aku mesti pindah tempat setiap saat, Meski cuma selangkah, Tak ada yang lebih dan tidak Kurang Aku Perempuan.... Meski banyak suara berbondong
Orang Muda wajib tau Makna Reba
Anak-anak dan orang muda wajib tau makna Reba.
Semua tahapan ritual Reba yang berlangsung wajib diikuti dan dimaknai oleh masyarakat Langa.
Pemerintah desa Bomari merupakan salah satu lembaga yang sedang memperjuangkan agar anak anak, orang muda dan semua masyarakat desa Bomari lebih memahami tentang ritual Reba itu sendiri.
Salah satu kegiatan yang sudah dilakukan yakni seminar tentang Makna Reba yang menghadirkan Lembaga Pemangku Adat dengan pesertanya yakni Siswa SMP dan OMK. Hal ini akan berlangsung setiap tahun. Selain itu juga anak - anak dan orang muda mesti terlibat dalam tarian O Uwi dan memaknai setiap sajak sajak yang dilantunkan.
Salut dengan pak Kades Pius Liu.
Semua akan mencapai sempurna kalau semua kita turut ambil bagian dalam mendukung cita cita ini.
Mulai sekarang, saat kumpul keluarga dalam Sao mesti ada omong omong yang penting tidak hanya sekedar makan, minum,mabok dan foto foto saja...
Selamat Reba...
Awas Kolesterol...
😃😃
Salam
Mertin
Semua tahapan ritual Reba yang berlangsung wajib diikuti dan dimaknai oleh masyarakat Langa.
Pemerintah desa Bomari merupakan salah satu lembaga yang sedang memperjuangkan agar anak anak, orang muda dan semua masyarakat desa Bomari lebih memahami tentang ritual Reba itu sendiri.
Salah satu kegiatan yang sudah dilakukan yakni seminar tentang Makna Reba yang menghadirkan Lembaga Pemangku Adat dengan pesertanya yakni Siswa SMP dan OMK. Hal ini akan berlangsung setiap tahun. Selain itu juga anak - anak dan orang muda mesti terlibat dalam tarian O Uwi dan memaknai setiap sajak sajak yang dilantunkan.
Salut dengan pak Kades Pius Liu.
Semua akan mencapai sempurna kalau semua kita turut ambil bagian dalam mendukung cita cita ini.
Mulai sekarang, saat kumpul keluarga dalam Sao mesti ada omong omong yang penting tidak hanya sekedar makan, minum,mabok dan foto foto saja...
Selamat Reba...
Awas Kolesterol...
😃😃
Salam
Mertin
3,8 Miliard Pengeluaran Reba Langa 2020
Prediksi Pengeluaran selama Reba Langa sejak 14 - 20 Januari 2020 sebanyak 3,8 miliard.
Reba merupakan syukuran adat masyarakat Bajawa. Bagi Isi Langa sendiri, Reba menjadi sebuah perayaan syukuran yang paling di tunggu - tunggu.
Meskipun dalam setahun ada hari Raya Keagamaan ( Natal, Paskah) juga tahun baru, tapi bagi orang Langa dan saya secara pribadi Hari Raya Adat Reba menjadi yang paling berkesan.
Semua tahapan Wula Reba ( Bulan Reba) dilalui dengan penuh sukacita. Dari anak anak sampai orangtuapun menyiapkan hati dan batin menanti moment berjumpa sanak saudara yang datang.
Mulai dari pakaian adat. Untuk yang perempuan ( Lawo, Keru, Marangia, Butu, Lega), yang Laki - laki ( Sapu, Lue, Boku, Marangia, Keru, Lega). Untuk pakaian adat itu sendiri, harganya cukup mahal. Setiap orang wajib memiliki pakaian adat tanpa mengenal usia saat mengikuti ritual adat Reba ini. Harga normal pakaian adat Wanita 2 juta rupiah dan pakaian adat laki laki 3 juta rupiah. Warga Langa sendiri sebanyak 4 ribuan jiwa.
Setiap rumah wajib memiliki Daging Babi, Ayam, Arak, Beras dan perlengkapan masak lainnya.
Selain untuk diberikan kepada leluhur pada perjamuan keluarga, juga untuk menjamu tamu yang datang sebagai ucapan syukur selama setahun.
Saya hanya ingin menghitung pengeluaran masyarakat Langa sejak 14 -20 Januari 2020.
Pertama, Pakaian adat. Pada saat misa Reba di kampung Bela 15 Januari 2020 jumlah yang hadir sekitar seribu orang dengan rata rata pakaian adat yang dipakai seharga 2 juta rupiah. Sehingga total uang yang dikeluarga sebesar 2 miliard rupiah. Ini belum terhitung dengan Isi Langa yang tidak hadir misa. Jumlah warga Langa sebanyak 4 ribu orang.
Kedua, hari ini 16 Januari merupakan hari leis Babi 😃. Malam nanti adalah Kobe Dheke. Babi yang akan dipotong di Langa hari ini sekitar 100 ekor dengan harga rata rata perekor 6 juta rupiah. Sehingga total pengeluaran untuk Babi sebesar 600 juta rupiah.
Ketiga, Beras dan bumbu juga keperluan lainnya selama perayaan Reba diprediksi setiap rumah dihitung rata rata menghabiskan 2 juta rupiah. Total Sao ( Rumah pokok) di Langa 600 rumah sehingga pengeluaran beras sebesar 1,2 miliard rupiah.
Ini belum yang lain lainnya,karena ritual ini dimulai sejak 15 januari dan bisa berakhir kapan saja tergantung kesepakatan keluarga masing-masing.
Toal keseluruhan pengeluaran selama Reba Langa 2020 sebesar 3.800.000.000.
Ini hitungan saya, maaf bila tidak sesuai.
Mali inu tua, inu kura kura tuku sobhe liki, kobe koe leza latu 😃😃
Selamat Reba Langa.
"Mai kita jadhi Ghili Modhe "
Reba menjadi sahabat bagi semua orang.
Salam Hangat bersama Ebu Nusi
Mertin Lusi
Reba merupakan syukuran adat masyarakat Bajawa. Bagi Isi Langa sendiri, Reba menjadi sebuah perayaan syukuran yang paling di tunggu - tunggu.
Foto: Deri Bani
Meskipun dalam setahun ada hari Raya Keagamaan ( Natal, Paskah) juga tahun baru, tapi bagi orang Langa dan saya secara pribadi Hari Raya Adat Reba menjadi yang paling berkesan.
Semua tahapan Wula Reba ( Bulan Reba) dilalui dengan penuh sukacita. Dari anak anak sampai orangtuapun menyiapkan hati dan batin menanti moment berjumpa sanak saudara yang datang.
Mulai dari pakaian adat. Untuk yang perempuan ( Lawo, Keru, Marangia, Butu, Lega), yang Laki - laki ( Sapu, Lue, Boku, Marangia, Keru, Lega). Untuk pakaian adat itu sendiri, harganya cukup mahal. Setiap orang wajib memiliki pakaian adat tanpa mengenal usia saat mengikuti ritual adat Reba ini. Harga normal pakaian adat Wanita 2 juta rupiah dan pakaian adat laki laki 3 juta rupiah. Warga Langa sendiri sebanyak 4 ribuan jiwa.
Setiap rumah wajib memiliki Daging Babi, Ayam, Arak, Beras dan perlengkapan masak lainnya.
Selain untuk diberikan kepada leluhur pada perjamuan keluarga, juga untuk menjamu tamu yang datang sebagai ucapan syukur selama setahun.
Saya hanya ingin menghitung pengeluaran masyarakat Langa sejak 14 -20 Januari 2020.
Pertama, Pakaian adat. Pada saat misa Reba di kampung Bela 15 Januari 2020 jumlah yang hadir sekitar seribu orang dengan rata rata pakaian adat yang dipakai seharga 2 juta rupiah. Sehingga total uang yang dikeluarga sebesar 2 miliard rupiah. Ini belum terhitung dengan Isi Langa yang tidak hadir misa. Jumlah warga Langa sebanyak 4 ribu orang.
Kedua, hari ini 16 Januari merupakan hari leis Babi 😃. Malam nanti adalah Kobe Dheke. Babi yang akan dipotong di Langa hari ini sekitar 100 ekor dengan harga rata rata perekor 6 juta rupiah. Sehingga total pengeluaran untuk Babi sebesar 600 juta rupiah.
Ketiga, Beras dan bumbu juga keperluan lainnya selama perayaan Reba diprediksi setiap rumah dihitung rata rata menghabiskan 2 juta rupiah. Total Sao ( Rumah pokok) di Langa 600 rumah sehingga pengeluaran beras sebesar 1,2 miliard rupiah.
Ini belum yang lain lainnya,karena ritual ini dimulai sejak 15 januari dan bisa berakhir kapan saja tergantung kesepakatan keluarga masing-masing.
Toal keseluruhan pengeluaran selama Reba Langa 2020 sebesar 3.800.000.000.
Ini hitungan saya, maaf bila tidak sesuai.
Mali inu tua, inu kura kura tuku sobhe liki, kobe koe leza latu 😃😃
Selamat Reba Langa.
"Mai kita jadhi Ghili Modhe "
Reba menjadi sahabat bagi semua orang.
Salam Hangat bersama Ebu Nusi
Mertin Lusi
Main Tali Merdeka sampai celana Sobek dan Kalau mau nonton TV harus bawa Labu Jepang dan Kayu Bakar
Saya bersyukur dilahirkan di kampung dan saya sangat fasih berbicara bahasa Bajawa. Dan saya bertumbuh bersama kisah kasih unik di Kampung yang menempa hidup menjadi perempuan Out of the Box.
Dulu, waktu belum menemukan jati diri ( aih, apa sih jati diri itu? 😉😉😉) saya merasa malu memiliki dialek Bajawa yang kental. Bahkan saya sering di bully sesama saya yang juga dari kampung, namun bersama orangtuanya hijrah ke tempat yang sedikit lebih ramai. Biasanya mereka menyebut kami " Anak Kampong ". Yah, maklum setiap hari kami makan jagung goreng, ditemani daun katuk, Soy, daun pepaya, Kigo, Tai Wawi ( upps bukan Tai Babi ya 😂😂 ) dan meneguk tua bhara yang rasanya sedikit asam itu. Entah kata apa yang mau kalian bicarakan, tapi itu surga yang sesungguhnya untuk kami anak kampong.
Terlepas dari itu, saya mau cerita sedikit pengalaman Anak Kampong yang tidak dimiliki atau dirasakan oleh anak anak yang tinggal di kota itu.
Saya memulai dari zaman sekolah dasar. Biasanya di musim seperti ini ( Desember - Februari ) kami sangat bangga dengan yang namanya cuaca buruk (hujan angin). Meskipun atap dapur terangkat angin, tapi kami tetap bangga. Bangga air hujan datang setiap hari dan kami tidak perlu ke kali untuk ambil air dengan cerigen bekas minyak goreng. Mandipun kami tunggu saat hujan lebat, biasanya pas hujan lebat, kami berbaris di rumah yang ada talang airnya. Manri air hujan itu serasa mendapat berkat langsung dari Tuhan. Bangga sekali.
Sumpah, angkat air dari Kali itu agak ngeri ngeri sedap. Ramai-ramai dengan anak tetangga yang juga sama sama jarang mandi, bau terasi, baju putih yang berubah warna menjadi cokelat,celana seragam yang diikat tali rafia karena longgar dan tanpa alas kaki. Kalaupun ada alas kaki, saya pastikan ada paneti yang dipasang dibalik alasnya ataupun ada bekas api yang mencoba menyatukan kembali kedua sisi yang sudah berpisah.
Ah.. Andai cinta kita bisa disatukan kembali seperti sandal yang putus ya... 😂😂😂.
Sepanjang perjalanan menuju sumber air, tentu kami tidak akan melewatkan permainan andalan. Luncuran dari tebing dengan menggunakan Sega ( Kulit bambu atau apa ya, saya tidak tau Sega di bahasa Indonesia 😃pokoknya itu sudah). Kalau belum terluka artinya permainan belum selesai.
Sesudah tiba di mata air yang dituju, kami tidak langsung mengisi cerigen dengan air tapi kami harus latihan menembak terlebih dahulu. Senjata yang kami gunakan cukup diakui pihak kepolisian bahwa bisa membunuh orang. Sepotong lidi yang ditajamkan dibagian ujungnya dan sebuah gelang karet sisa main bandar ataupun tali merdeka. Korban yang kami incar sejak lama dan sangat menggemaskan adalah mereka mereka yang selalu bernyanyi bersahut sahutan dibalik batu. Katak.
Kalau sudah dapat katak ataupun kodok, kami kuliti dan langsung bakar diperapian yang kami buat sebelum menembak. Rasa dagingnya sangat lezat dan empuk, apalagi tulang tulangnya yang renyah. Tapi sekarang sudah ada rasa jijik terhadap binatang air ini.
Setelah puas dan biasanya kami akan kembali kerumah kalau matahari sudah mulai tenggelam. Air yang semula penuh cerigen akan tiba dirumah dalam kondisi separuh. Separuhnya tumpah dijalan karena kami menggunakan kendaraan roda dua dan melewati jalan yang berliku. Kami namai itu Oto Dada. Sebuah bambu bulat dengan panjang sekitar satu meter di ujung depannya diselipkan sebuah besi atau kayu bulat sebagai roda dan di kedua sisinya menggunakan potongan kayu dadap yang dirancang mirip seperti ban.
Bayangkan, menanjak dari kali ke rumah sejauh 3 km dan dua buah cerigen berisi air penuh menggantung pada bambu yang diletakkan di atas bahu. Kau harus mendorong lebih kuat agar rodanya berputar. Saat itu, kau tidak sendiri. Kawan kawanmu ada di belakang juga di depan sambil meniru suara mobil sesungguhnya.
" Ngeng.... Ngeng.... Ngeng.... Bip... Bip.. "
Serius. Memang menggelikan kalau di ingat ingat. Tapi saya yakin kau bahagia untuk masa kecilmu yang pernah melakukan drama seperti ini.
Setiap pulang sekolah, jadwal kerja kita mengalahkan orang dinas. Mama sudah buat catatan kecil disepotong kertas yang diselipkan di dinding bambu. Kamu harus melaksanakan semua tugas dari mama yang kadang bisa saja di sapa profos itu. Mulai dari cuci piring, siapkan dinner untuk babi, cari kayu bakar ataupun tumbuk jagung. Aduh, kalau sudah baca tulisan dari profos, makan siang yang semula enak jadi sangat hambar, apalagi makan siang yang sudah hancur, nasi keras dari malam yang separuh hangus. 😣
Kaupun terburu buru untuk melakukan semua tugas itu karena diujung tugas, kau sudah janjian dengan kawan disekolah kalau akan main tali merdeka atau main bandar karet.
Mama e..., karena keasyikan main tali merdeka, kau lupa mengawasi api didapur yang kau nyalakan untuk merebus jagung. Api mati. Jagungpun tak berubah. Air dalam periuk tetap dingin. Mama sudah pulang dari kebun.
Lihat wajah profos serasa Mbou di Riung yang mau telan kepala ikan.
Mama, ampun.... Mama ampun....
Sebilah bambu melayang di betis beberapa kali juga cacian ataupun omelan menusuk dada. Mama e.... Saya rindu itu semua. Saya rindu profos le... Bae bae kah... 😢😢😢
Waktu mulai beranjak remaja, sudah mulai sedikit nakal. Kadang bapak punya rokok Djitoe yang biasa disebut Jitu ( Jual istri tutup utang) kau ambil sebatang dan dengan beberapa temanmu kau coba nikmati di belakang rumah yang sepi dengan gaya seperti orang frustrasi. Kadang juga, batang labu jepang kering dibelakang rumah itu jadi mainan rokok andalanmu. Asap mengepul diikuti batuk panjang. Kau menelan asap yang banyak. Tapi ini keren. Anak anak milenial sekarang tidak tau tentang ini.
Saat sudah mengenal banyak teman, kau mulai belajar mencuri labu jepang ataupun kayu bakar dirumah sebagai tiket masuk nonton bioskop di kampung sebelah. Dulu, televisi masih sangat langka. Hanya ada beberapa rumah saja yang memiliki dan kadang itu adalah televisi umum yang disumbangkan dari kantor penerangan.
TVRI menjadi chanel andalan. Tanpa iklan. Gambarnya hitam putih. Bisa dibuat warna menjadi agak biru, hanya dengan menempelkan selembar kaca plastik di depan tv. Warna gambarnya akan sedikit berubah.
Untuk bisa melihat Midun, Tania, Grasela Joni dan Ana Maria, Thunder Cats, Mumbra, dan lainnya, kau harus bawa buah labu jepang, kayu bakar dan mandi yang bersih. Karena di depan rumah, anak bungsu pemilik rumah yang menjaga dan menerima tiket masukmu. Tidak hanya itu saja, di depan tv itu pemilik rumah sudah membentang tikar dan menumpuk kacang ataupun jagung di tengahnya. Matamu boleh melihat di layar kaca tapi tanganmu harus tetap bergerak. Kupas kacang ataupun memipil jagung. Sungguh ini serius.
Acara tv yang kamu nonton itu, pasti akan diceritakan ulang bersama kawan-kawanmu. Suara, gerakan dan cara berpakaianpun bisa di buat ulang adegannya. Bahkan sampai membedah keburukan ataupun keunikan dari sinetron tersebut.
Di hari-hari lainnya, usai membereskan pekerjaan rumah kau bersama teman temanmu berkumpul dibelakang kampung dan mengadakan kompetisi pacuan kuda. Kuda mainan dari batang bambu yang ditunggangi anak lelaki, sedangkan yang perempuan membuka rumah makan dengan menu makan tiruan di tempat pesta. Semua bahannya dari bambu dan tanah. Bayarannya menggunakan daun kopi. Ada yang berperan jadi suami, istri dan anak. Suasananya sangat damai. Dan bisa bubarpun kalau matahari sudah tenggelam atau ada salah satu orang tua yang tiba tiba nongol membawa sebilah bambu atau lidi. Matanya melotot kiri kanan mengincar anaknya yang menghilang dari rumah. Seketika tanpa komando, kau berlari pulang kerumah. Kompetisi selesai.
Suatu ketika, kau mulai berpikir sedikit lebih dewasa. Kau mulai tertarik dengan lawan jenismu. Kau sudah mulai sadar itu sedikit lebih bersih dan rapih. Minyak rambut Rita juga minyak rambut Tanco hampir setiap saat melekat di kulit kepalamu. Selalu suka bercermin walaupun di kaca jendela tentanggamu.
Biasanya kalau lagi suka dengan seorang gadis,teman teman akrabmu pasti heboh. Heboh untuk menyusun surat cinta. Awalnya surat cinta yang dikirim itu berisi biodata dirimu. Itu seperti CV saat melamar kerja sekarang. 😂
Kertas surat itu kau beri sedikit parfum berharap nona yang terima bisa mendekap erat surat itu dan menciumnya.
Sebelumnya komunikasi lisan melalui orang ketiga sudah dijalankan.
" Mina, Ada salam...
" Dari siapa?
" Oh dari si Lamber..
Mina sedikit tersipu malu dan bilang "balas"
Kemudian heboh dengan seluruh temannya bahkan semua satu ruang kelaspun tau itu.
Itu dulu sangat transparan.
Sehat pokoknya.
Cerita ini nyata LDR ( Lihat, Dengar, Rasakan) dan bertumbuh bersama saya sejak kecil.
Mana Ceritamu.
Kalau kamu juga anak Kampong.
Salam hangat,
Mertin Lusi
Dulu, waktu belum menemukan jati diri ( aih, apa sih jati diri itu? 😉😉😉) saya merasa malu memiliki dialek Bajawa yang kental. Bahkan saya sering di bully sesama saya yang juga dari kampung, namun bersama orangtuanya hijrah ke tempat yang sedikit lebih ramai. Biasanya mereka menyebut kami " Anak Kampong ". Yah, maklum setiap hari kami makan jagung goreng, ditemani daun katuk, Soy, daun pepaya, Kigo, Tai Wawi ( upps bukan Tai Babi ya 😂😂 ) dan meneguk tua bhara yang rasanya sedikit asam itu. Entah kata apa yang mau kalian bicarakan, tapi itu surga yang sesungguhnya untuk kami anak kampong.
Terlepas dari itu, saya mau cerita sedikit pengalaman Anak Kampong yang tidak dimiliki atau dirasakan oleh anak anak yang tinggal di kota itu.
Saya memulai dari zaman sekolah dasar. Biasanya di musim seperti ini ( Desember - Februari ) kami sangat bangga dengan yang namanya cuaca buruk (hujan angin). Meskipun atap dapur terangkat angin, tapi kami tetap bangga. Bangga air hujan datang setiap hari dan kami tidak perlu ke kali untuk ambil air dengan cerigen bekas minyak goreng. Mandipun kami tunggu saat hujan lebat, biasanya pas hujan lebat, kami berbaris di rumah yang ada talang airnya. Manri air hujan itu serasa mendapat berkat langsung dari Tuhan. Bangga sekali.
Sumpah, angkat air dari Kali itu agak ngeri ngeri sedap. Ramai-ramai dengan anak tetangga yang juga sama sama jarang mandi, bau terasi, baju putih yang berubah warna menjadi cokelat,celana seragam yang diikat tali rafia karena longgar dan tanpa alas kaki. Kalaupun ada alas kaki, saya pastikan ada paneti yang dipasang dibalik alasnya ataupun ada bekas api yang mencoba menyatukan kembali kedua sisi yang sudah berpisah.
Ah.. Andai cinta kita bisa disatukan kembali seperti sandal yang putus ya... 😂😂😂.
Sepanjang perjalanan menuju sumber air, tentu kami tidak akan melewatkan permainan andalan. Luncuran dari tebing dengan menggunakan Sega ( Kulit bambu atau apa ya, saya tidak tau Sega di bahasa Indonesia 😃pokoknya itu sudah). Kalau belum terluka artinya permainan belum selesai.
Sesudah tiba di mata air yang dituju, kami tidak langsung mengisi cerigen dengan air tapi kami harus latihan menembak terlebih dahulu. Senjata yang kami gunakan cukup diakui pihak kepolisian bahwa bisa membunuh orang. Sepotong lidi yang ditajamkan dibagian ujungnya dan sebuah gelang karet sisa main bandar ataupun tali merdeka. Korban yang kami incar sejak lama dan sangat menggemaskan adalah mereka mereka yang selalu bernyanyi bersahut sahutan dibalik batu. Katak.
Kalau sudah dapat katak ataupun kodok, kami kuliti dan langsung bakar diperapian yang kami buat sebelum menembak. Rasa dagingnya sangat lezat dan empuk, apalagi tulang tulangnya yang renyah. Tapi sekarang sudah ada rasa jijik terhadap binatang air ini.
Setelah puas dan biasanya kami akan kembali kerumah kalau matahari sudah mulai tenggelam. Air yang semula penuh cerigen akan tiba dirumah dalam kondisi separuh. Separuhnya tumpah dijalan karena kami menggunakan kendaraan roda dua dan melewati jalan yang berliku. Kami namai itu Oto Dada. Sebuah bambu bulat dengan panjang sekitar satu meter di ujung depannya diselipkan sebuah besi atau kayu bulat sebagai roda dan di kedua sisinya menggunakan potongan kayu dadap yang dirancang mirip seperti ban.
Bayangkan, menanjak dari kali ke rumah sejauh 3 km dan dua buah cerigen berisi air penuh menggantung pada bambu yang diletakkan di atas bahu. Kau harus mendorong lebih kuat agar rodanya berputar. Saat itu, kau tidak sendiri. Kawan kawanmu ada di belakang juga di depan sambil meniru suara mobil sesungguhnya.
" Ngeng.... Ngeng.... Ngeng.... Bip... Bip.. "
Serius. Memang menggelikan kalau di ingat ingat. Tapi saya yakin kau bahagia untuk masa kecilmu yang pernah melakukan drama seperti ini.
Setiap pulang sekolah, jadwal kerja kita mengalahkan orang dinas. Mama sudah buat catatan kecil disepotong kertas yang diselipkan di dinding bambu. Kamu harus melaksanakan semua tugas dari mama yang kadang bisa saja di sapa profos itu. Mulai dari cuci piring, siapkan dinner untuk babi, cari kayu bakar ataupun tumbuk jagung. Aduh, kalau sudah baca tulisan dari profos, makan siang yang semula enak jadi sangat hambar, apalagi makan siang yang sudah hancur, nasi keras dari malam yang separuh hangus. 😣
Kaupun terburu buru untuk melakukan semua tugas itu karena diujung tugas, kau sudah janjian dengan kawan disekolah kalau akan main tali merdeka atau main bandar karet.
Mama e..., karena keasyikan main tali merdeka, kau lupa mengawasi api didapur yang kau nyalakan untuk merebus jagung. Api mati. Jagungpun tak berubah. Air dalam periuk tetap dingin. Mama sudah pulang dari kebun.
Lihat wajah profos serasa Mbou di Riung yang mau telan kepala ikan.
Mama, ampun.... Mama ampun....
Sebilah bambu melayang di betis beberapa kali juga cacian ataupun omelan menusuk dada. Mama e.... Saya rindu itu semua. Saya rindu profos le... Bae bae kah... 😢😢😢
Waktu mulai beranjak remaja, sudah mulai sedikit nakal. Kadang bapak punya rokok Djitoe yang biasa disebut Jitu ( Jual istri tutup utang) kau ambil sebatang dan dengan beberapa temanmu kau coba nikmati di belakang rumah yang sepi dengan gaya seperti orang frustrasi. Kadang juga, batang labu jepang kering dibelakang rumah itu jadi mainan rokok andalanmu. Asap mengepul diikuti batuk panjang. Kau menelan asap yang banyak. Tapi ini keren. Anak anak milenial sekarang tidak tau tentang ini.
Saat sudah mengenal banyak teman, kau mulai belajar mencuri labu jepang ataupun kayu bakar dirumah sebagai tiket masuk nonton bioskop di kampung sebelah. Dulu, televisi masih sangat langka. Hanya ada beberapa rumah saja yang memiliki dan kadang itu adalah televisi umum yang disumbangkan dari kantor penerangan.
TVRI menjadi chanel andalan. Tanpa iklan. Gambarnya hitam putih. Bisa dibuat warna menjadi agak biru, hanya dengan menempelkan selembar kaca plastik di depan tv. Warna gambarnya akan sedikit berubah.
Untuk bisa melihat Midun, Tania, Grasela Joni dan Ana Maria, Thunder Cats, Mumbra, dan lainnya, kau harus bawa buah labu jepang, kayu bakar dan mandi yang bersih. Karena di depan rumah, anak bungsu pemilik rumah yang menjaga dan menerima tiket masukmu. Tidak hanya itu saja, di depan tv itu pemilik rumah sudah membentang tikar dan menumpuk kacang ataupun jagung di tengahnya. Matamu boleh melihat di layar kaca tapi tanganmu harus tetap bergerak. Kupas kacang ataupun memipil jagung. Sungguh ini serius.
Acara tv yang kamu nonton itu, pasti akan diceritakan ulang bersama kawan-kawanmu. Suara, gerakan dan cara berpakaianpun bisa di buat ulang adegannya. Bahkan sampai membedah keburukan ataupun keunikan dari sinetron tersebut.
Di hari-hari lainnya, usai membereskan pekerjaan rumah kau bersama teman temanmu berkumpul dibelakang kampung dan mengadakan kompetisi pacuan kuda. Kuda mainan dari batang bambu yang ditunggangi anak lelaki, sedangkan yang perempuan membuka rumah makan dengan menu makan tiruan di tempat pesta. Semua bahannya dari bambu dan tanah. Bayarannya menggunakan daun kopi. Ada yang berperan jadi suami, istri dan anak. Suasananya sangat damai. Dan bisa bubarpun kalau matahari sudah tenggelam atau ada salah satu orang tua yang tiba tiba nongol membawa sebilah bambu atau lidi. Matanya melotot kiri kanan mengincar anaknya yang menghilang dari rumah. Seketika tanpa komando, kau berlari pulang kerumah. Kompetisi selesai.
Suatu ketika, kau mulai berpikir sedikit lebih dewasa. Kau mulai tertarik dengan lawan jenismu. Kau sudah mulai sadar itu sedikit lebih bersih dan rapih. Minyak rambut Rita juga minyak rambut Tanco hampir setiap saat melekat di kulit kepalamu. Selalu suka bercermin walaupun di kaca jendela tentanggamu.
Biasanya kalau lagi suka dengan seorang gadis,teman teman akrabmu pasti heboh. Heboh untuk menyusun surat cinta. Awalnya surat cinta yang dikirim itu berisi biodata dirimu. Itu seperti CV saat melamar kerja sekarang. 😂
Kertas surat itu kau beri sedikit parfum berharap nona yang terima bisa mendekap erat surat itu dan menciumnya.
Sebelumnya komunikasi lisan melalui orang ketiga sudah dijalankan.
" Mina, Ada salam...
" Dari siapa?
" Oh dari si Lamber..
Mina sedikit tersipu malu dan bilang "balas"
Kemudian heboh dengan seluruh temannya bahkan semua satu ruang kelaspun tau itu.
Itu dulu sangat transparan.
Sehat pokoknya.
Cerita ini nyata LDR ( Lihat, Dengar, Rasakan) dan bertumbuh bersama saya sejak kecil.
Mana Ceritamu.
Kalau kamu juga anak Kampong.
Salam hangat,
Mertin Lusi
Orang Muda, Mari tanam Bambu
Sebagai bentuk pertobatan Ekologis, OMK Jerebuu dan Ruto diajak untuk melakukan aksi bersama yakni menanam bambu jenis apa saja. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Nicolaus NoyWuli,S.Pt.M.Si dalam kuliah umumnya yang berlangsung di kampung Batajawa - Jerebuu Minggu 12 Januari 2020.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh seluruh Orang muda Katolik paroki St. Paulus Jerebuu dan OMK Paroki St. Martinus Ruto ( 435 orang) juga pastor paroki, moderator OMK, dan para tokoh masyarakat kecamatan Jerebuu.
Kuliah umum tersebut merupakan bagian dari rangkaian kegiatan temu OMK ( Persahabatan) lintas TPAPT yang berlangsung selama dua hari yakni 11-12 januari 2020 yang di pusatkan di Stasi Dona - paroki St. Paulus Jerebuu. Sebelumnya, pada hari pertama kedatangan, OMK kedua paroki ini juga melakukan pertandingan sepak bola wanita dan voly putra untuk saling mengeratkan persahabatan dan diakhiri dengan rekoleksi bertema " Ah Tuhan, Saya ini Masih Muda".
Di hari kedua usai perayaan ekaristi bersama umat Stasi Dona, acara dilanjutkan dengan kuliah umum bersama Dr. Nicolaus Noywuli yang juga merupakan Staf Ahli Bupati Ngada bidang Kemasyarakatan, SDM dan Litbang.
Menurut Dr. Nico demikian dia biasa disapa, saat ini kita sedang mengalami Krisis Ekologis yang sangat parah yakni kerusakan terhadap alam terjadi dimana mana, terjadi perubahan iklim, masalah air, hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan kualitas hidup manusia dan kemerosotan sosial, serta ketimpangan global lainnya. Sedangkan untuk di kabupaten Ngada itu sendiri, kita menghadapi masalah yang sangat serius baik akibat kondisi alamiah, maupun perbuatan manusia. Secara umum curah hujan di Ngada dan NTT cukup rendah, musim kemarau panjang tirak merata sepanjang tahun, sehingga mengakibatkan produktivitas lahan rendah, penutupan vegetasi kurang, tanah mudah erosi dan bahan organik untuk menyuburkan tanah kurang. Kondisi alamiah lainnya adalah topografi yakni wilayah daratan sebagian besar terdiri atas gunung dan perbukitan, dengan tingkat kemiringan terjal dan tanah dangkal, sehingga menyebabkan sebagian besar lahan memiliki kegunaan terbatas untuk pertanian. Selain itu, kesadaran masyarakat rendah untuk menjaga lingkungan, dan ini merupakan rangkaian masalah serius yang tengah dihadapi pemerintah dan masyarakat. Akibat keterbatasan lahan, manusia membangun permukiman pada lahan miring, kawasan rawan longsor dan sekitar daerah aliran sungai, sehingga menyebabkan sering terjadi banjir, meningkatnya erosi dan pendangkalan sungai.
Aktivitas konversi (alih fungsi) lahan, perambahan hutan dan kemerosotan kualitas lingkungan alam, lahan kritis semakin meningkat, serta terjadi penurunan debit mata air. Menghadapai berbagai krisis ekologi ini, telah berbagai upaya pelestarian sudah dilakukan untuk memulihkan keadaan bumi. Gambaran kerusakan bumi yang semakin parah juga menjadi perhatian bagi para pemimpin Gereja Katolik.
Oleh karena itu, menanam bambu menjadi salah satu kegiatan dalam perwujudan pertobatan ekologis ini. Karena Bambu mempunyai sejarah sosial yang panjang di Kabupaten Ngada. Praktek olah bambu dalam berbagai sendi kehidupan di Ngada juga merentang panjang dari sejak zaman prakolonial hingga saat ini. Begitu dekatnya bambu dengan ruang-ruang hidup manusia di Ngada membuatnya termanifestasikan dalam banyak hal, tidak hanya yang terkait dengan rancang bangun, namun juga dalam dongeng, kepercayaan, hingga falsafah hidup.
Isu perubahan iklim yang sangat update adalah peningkatan jumlah tumbuhan penyerap karbon dioksida, karena karbon dioksida merupakan salah satu penyebab utama efek rumah kaca.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa bambu merupakan tumbuhan yang merupakan penyerap karbon dioksida nomor dua terbesar setelah Trembesi. Bambu mampu menyerap CO2 mencapai 12 ton per hektar per tahun. Dengan demikian penanaman bambu merupakan upaya yang sangat penting dalam rangka mereduksi emisi gas rumah kaca. Secara umum, manfaat ekonomis bambu antara lain, bila dibandingkan dengan komoditas kayu, tanaman bambu mampu memberikan peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dalam waktu relatif cepat, yaitu 4-5 tahun. Manfaat ekonomis lainnya adalah pemasaran produk bambu baik berupa bahan baku sebagai pengganti kayu maupun produk jadi antara lain berupa sumpit (chop stick), barang kerajinan (furniture), bahan lantai (flooring), bahan langit-langit (ceiling) masih sangat terbuka untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor.
Dia juga melanjutkan bahwa Sebagai bentuk Pertobatan ekologis bukan hanya sekedar rasa penyesalan, melainkan sebuah gerakan positif guna menjalin relasi yang beradab dengan alam. Baginya, dengan menanam bambu kita sudah berupaya untuk menyelamatkan Dunia.
Sementara itu secara terpisah, pastor paroki St. Paulus Jerebuu dan pastor paroki St. Martinus Ruto ( RD.Tomy Lele dan RD. Ayub ) Ninung mengatakan sangat puas dengan kegiatan yang dilakukan selama dua hari tersebut. Meski demikian, pihaknya masih sangat berharap bahwa euforia yang terjadi tidak hanya sebatas senang senang namun bisa diimplementasikan secara pribadi sebagai orang muda.
Sedangkan dalam gerakan bersama menanam bambu, akan direncanakan waktu yang cocok usai melakukan survey lokasi dan kesediaan bubit tanaman bambu.
" Secara Tim kami bersama OMK dua paroki ini, siap untuk tanam bambu" kata RD. Tomy dan RD. Ayub.
( Mertin Lusi)
Bahaya Selundup Ikan Segar ke Langa sejak 26 Desember
Bahaya Selundup Ikan segar ke Langa sejak 26 Desember - Februari.
Di Zaman ini, sudah banyak generasi muda maupun generasi tua yang sudah tidak memahami Adat istiadat ataupun secara sadar meninggalkan tradisi yang telah lama di percaya oleh leluhur.
Salah satunya adalah tradisi tidak membawa Ikan segar ke Langa dan mengkonsumsinya selama kurun waktu yang telah ditetapkan oleh Mori Kepo Wesu.
Di Langa, pada setiap 26 Desember selalu dimulai dengan ritual Bui Bheri Maghi yang ditandai dengan sekelompok pemuda berburu Ayam di semua kampung di Langa, kemudian di bakar di Loka Bhe Riwu ( Sebelah Barat kampung Langagedha).
Keseluruhan proses ini menandai bahwa Reba akan segera dimulai dan masyarakat dihimbau untuk mempersiapkan hati,batin dan segala hal yang berkaitan dalam memaknai upacara Reba yang sesungguhnya.
Pada upacara Bui Bheri Maghi ini, akan dilihat Proses Masak Nasi bambu. Ini yang paling inti. Segala hal yang berhubungan dengan proses ini mengandung banyak arti. Misalkan Nasi yang meluap, Air yang mendidih hingga meluap dan lain sebagainya.
Juga yang tidak kalah penting adalah Sejak saat itu yang namanya Ikan Mentah, Lontar dan semua barang barang yang berasal dari laut tidak diperbolehkan masuk Langa hingga Reba usai.
Reba di Langa akan dimulai pada 15 Januari setiap tahunnya. Setiap orang ( Langa) wajib mengikuti seluruh tahap ritual Reba yang terjadi setahun sekali ini dan memaknai segala prosesnya.
Meskipun hari - hari ini Reba yang esensinya merupakan proses kumpul bersama keluarga,bersyukur, evaluasi dan perencanaan untuk kerja dan kehidupan keluarga selanjutnya, mulai pelan pelan dilupakan.
Yang ada hanya makan, minum, mabok dan tertawa bersama.
Oh ia, kembali lagi ke topik Ikan segar. Selama beberapa tahun terakhir ini saya selalu berusaha mendekatkan diri dengan para tetua adat di hampir semua kampung di Langa untuk sekedar berbagi tentang adat istiadat.
Hampir semua mereka bicara kalau ada yang diam diam membawa Ikan segar atau barang barang dari laut maka alam akan murka. Dengan cara kabut sepanjang waktu, hujan disertai angin. Meskipun hari hari ini banyak yang lebih percaya pada BMKG.
Sedangkan bagi pribadi yang diam diam membawa Ikan segar tersebut maka segala upaya, perencanaan hidup yang dilakukannya maupun keluarganya akan mengalami banyak hambatan.
Yah, Tradisi ini lebih menekankan bahwa setiap pribadi harus bisa menekan perasaan akan keinginannya terhadap sesuatu.
Mampu mengolah rasa.
Dan bila mampu melewati ini maka akan ada spirit dan energi baru yang secara positif dirasakan.
Semoga 2020 ini, semakin banyak generasi yang memaknai Reba sepenuh jiwa dan hati.
Walaupun para pedagang ikan segar sudah sangat menghormati tradisi ini namun ada pergerakan bawah tanah dari orang Lang itu sendiri yang membawa Ikan segar ke dapur yang notabene dapur itu menyatu dengan Sao Ngaza.
Mari kita semua, mengolah rasa dan mengolah hati untuk bisa memaknai Reba dengan penuh gembira.
Salam hangat di musim hujan yang penuh dengan arak.
Mertin Lusi.
Sudahkah kamu makan Kinga Kanga?
Jika di Ibukota kau bilang Hujan adalah Bencana
Maka di Langa kami bilang Hujan adalah Berkah
Jika di Ibukota yang meluap adalah sampah Kering, sampah mayarakat dan sampah basah
Maka di Langa yang meluap adalah Peliloa,Singa songo dan Kinga Kanga.
Kamu boleh menertawakan luapan cinta di Langa yang kau bilang kampungan
Tapi yang meluap di Langa kala musim hujan itu Original dari Tuhan
Peliloa berhamburan mewarnai langit menjemput senja hingga gugur jadi camilan unggas
Singasongo dengan anggun menempel di batang kayu lapuk menanti tangan ayu siap membawa pulang ke dapur
Kinga Kanga mekar ditengah tanah hitam bekas terbakar musim panas lalu
Kau tidak perlu tanam, kau tidak perlu merawat tapi kau hanya perlu berbaik hati dengan semesta maka akan banyak lebih yang kau terima.
Sesederhana itu.
Kamipun tidak berharap banyak untuk disapa seperti mereka yang di Ibukota
Kami hanya berharap tanah kami tidak menjadi tempat pelarian mereka yang dari Ibukota
Dengan dalih untuk lebih mencerdaskan
Karena kami takut lupa
Lupa menikmati Arak ditemani Singa songo, Peliloa dan Kinga Kanga yang tidak akan tumbuh lagi di tanah kami.
Mertin Lusi
Fenomena Dhomi Le Bhe
Bahasa Lokal yang disematkan kepada Perempuan / Laki laki di kampung yang kedengaran kasar namun sering digunakan setiap hari.
Kalau perempuan sok rajin Kau panggil Pio Riso
Kalau perempuan tidak tau malu kau sapa dia Mado Rado
Kalau Perempuan sok Cantik kau panggil dia Mido Tegha
Kalau perempuan super aktif kau panggil Karo Kaso
Kalau perempuan bekerja tidak sesuai pemahaman kau panggil dia Lio Diro
Kalau perempuan suka menarik perhatian orang kau panggil dia Fedhi Repa
Kalau perempuan suka menosok kau panggil dia Tomo roso dan Soti Roy
Kalau laki laki pemalas kau sapa dia Leba Wolo
Kalau laki laki gerak halus dan lembut kau sapa dia Inge Ange
Kalau laki laki suka menghindar dari pekerjaan kau sapa Mr. Ghele Gheso
Kalau laki laki terlihat centil panggil dia Pomi Lai
Kalau laki laki dan perempuan suka berhalusinasi kau panggil dia Bhanga Langa
Kalau Laki laki dan perempuan kerja lamban kau panggil dia Ange Dhae
Kalau laki laki dan perempuan terlihat bodoh kau panggil dia Guba Guta
Kalau laki laki dan perempuan suka omong besar kau sapa dia Hou Tebho
Kalau kau sayang laki laki/ perempuan kau sapa dia Senu
Kalau kau cinta laki laki /perempuan kau sapa dia Guba.
Kalau ada yang sapa namamu dan terdengar berulang ulang jangan cepat bangga dan malu malu karena pasti mereka hanya bilang " Dhomi Le Bhe"
Jangan lupa kau harus jawab " Dhomi Le Tengo "
Sesudah itu kita jadi karib.
( Mohon maaf tulisan ini mungkin tidak berkenan di hati pembaca tapi ini nyata dari hasil saya duduk ngopi di deker-deker maupun gang di kampung kita)
Salam hangat,
Mertin
9
Bahasa Lokal yang disematkan kepada Perempuan / Laki laki di kampung yang kedengaran kasar namun sering digunakan setiap hari.
Kalau perempuan sok rajin Kau panggil Pio Riso
Kalau perempuan tidak tau malu kau sapa dia Mado Rado
Kalau Perempuan sok Cantik kau panggil dia Mido Tegha
Kalau perempuan super aktif kau panggil Karo Kaso
Kalau perempuan bekerja tidak sesuai pemahaman kau panggil dia Lio Diro
Kalau perempuan suka menarik perhatian orang kau panggil dia Fedhi Repa
Kalau perempuan suka menosok kau panggil dia Tomo roso dan Soti Roy
Kalau laki laki pemalas kau sapa dia Leba Wolo
Kalau laki laki gerak halus dan lembut kau sapa dia Inge Ange
Kalau laki laki suka menghindar dari pekerjaan kau sapa Mr. Ghele Gheso
Kalau laki laki terlihat centil panggil dia Pomi Lai
Kalau laki laki dan perempuan suka berhalusinasi kau panggil dia Bhanga Langa
Kalau Laki laki dan perempuan kerja lamban kau panggil dia Ange Dhae
Kalau laki laki dan perempuan terlihat bodoh kau panggil dia Guba Guta
Kalau laki laki dan perempuan suka omong besar kau sapa dia Hou Tebho
Kalau kau sayang laki laki/ perempuan kau sapa dia Senu
Kalau kau cinta laki laki /perempuan kau sapa dia Guba.
Kalau ada yang sapa namamu dan terdengar berulang ulang jangan cepat bangga dan malu malu karena pasti mereka hanya bilang " Dhomi Le Bhe"
Jangan lupa kau harus jawab " Dhomi Le Tengo "
Sesudah itu kita jadi karib.
( Mohon maaf tulisan ini mungkin tidak berkenan di hati pembaca tapi ini nyata dari hasil saya duduk ngopi di deker-deker maupun gang di kampung kita)
Salam hangat,
Mertin
Langa - Ruto Jalur Trekking dengan sejuta Panorama
Jalur ini ditempuh dengan waktu 6 jam. Menyusuri jalur barter para leluhur Langa dan Pesisir Pantai Ruto. Sunrise di lereng Inerie hingga sunset di pantai Lekoena menjadi pengalaman tersendiri bagi mata para pencinta trekking. Hutan yang masih lengkap dengan spesies burung langka juga spesies Lich yang menggelikan namun sensasinya cukup menantang. Berbagai jenis bunga dan pohon unik, juga patahan bukit yang menyatu dengan Bedhi me Luna juga menjadi pagar pembatas pandangan mata. Kuda liar yang berpasangan seakan dengan bangga mengiringi langkah kita. Pokoknya tidak akan kapok kalau pernah kesana. Apalagi menutup petualanganmu dengan bersandar di kursi rasta LekoEna sambil memandang Matahari yang jatuh dengan malu malu.
Mari kita cao......
Subscribe to:
Posts (Atom)
Perlukah Memberhentikan pembangun Jalan Trans Di Bumi Papua
Jalan Trans Papua adalah jaringan jalan nasional yang menghubungkan setiap provinsi di Papua, membentang dari Kota Sorong di Papua Barat...
-
Maria Octaviana Moi asal Bajawa terpilih menjadi Puteri Pendidikan Propinsi NTT 2023. Maria Octaviana Moi kelahiran 29 Oktober 2003, asal d...
-
Toa Kaba neku RD.Lukas Nong Baba siap dilaksanakan Rabu 22 Januari 2020. Foto : Rapat DPP Paroki Langa DPP Paroki Langa...
-
Kampung adat merupakan sebuah wilayah desa yang masih menjaga dengan baik warisan leluhur. Melalui kampung adat ini, kita dapat mempelaja...