Main Tali Merdeka sampai celana Sobek dan Kalau mau nonton TV harus bawa Labu Jepang dan Kayu Bakar

 Saya bersyukur dilahirkan di kampung dan saya sangat fasih berbicara bahasa Bajawa. Dan saya bertumbuh bersama kisah kasih unik di Kampung yang menempa hidup menjadi perempuan Out of the Box.

Dulu, waktu belum menemukan jati diri ( aih, apa sih jati diri itu? 😉😉😉) saya merasa malu memiliki dialek Bajawa yang kental. Bahkan saya sering di bully sesama saya yang juga dari kampung, namun bersama orangtuanya hijrah ke tempat yang sedikit lebih ramai.  Biasanya mereka menyebut kami " Anak Kampong ". Yah,  maklum setiap hari kami makan jagung goreng, ditemani daun katuk, Soy, daun pepaya,  Kigo,  Tai Wawi ( upps bukan Tai Babi ya 😂😂 ) dan meneguk tua bhara yang rasanya sedikit asam itu. Entah kata apa yang mau kalian bicarakan,  tapi itu surga yang sesungguhnya untuk kami anak kampong.

               

Terlepas dari itu,  saya mau cerita sedikit pengalaman Anak Kampong yang tidak dimiliki atau dirasakan oleh anak anak yang tinggal di kota itu.
Saya memulai dari zaman sekolah dasar.  Biasanya di musim seperti ini ( Desember - Februari )  kami sangat bangga dengan yang namanya cuaca buruk (hujan angin). Meskipun atap dapur terangkat angin,  tapi kami tetap bangga.  Bangga air hujan datang setiap hari dan kami tidak perlu ke kali untuk ambil air dengan cerigen bekas minyak goreng. Mandipun kami tunggu saat hujan lebat, biasanya pas hujan lebat, kami berbaris di rumah yang ada talang airnya. Manri air hujan itu serasa mendapat berkat langsung dari Tuhan. Bangga sekali.

Sumpah,  angkat air dari Kali itu agak ngeri ngeri sedap. Ramai-ramai dengan anak tetangga yang juga sama sama jarang mandi, bau terasi,  baju putih yang berubah warna menjadi cokelat,celana seragam yang diikat tali rafia karena longgar dan tanpa alas kaki. Kalaupun ada alas kaki,  saya pastikan ada paneti yang dipasang dibalik alasnya ataupun ada bekas api yang mencoba menyatukan kembali kedua sisi yang sudah berpisah.
 Ah.. Andai cinta kita bisa disatukan kembali seperti sandal yang putus ya... 😂😂😂.

Sepanjang perjalanan menuju sumber air,  tentu kami tidak akan melewatkan permainan andalan.  Luncuran dari tebing dengan menggunakan Sega ( Kulit bambu atau apa ya,  saya tidak tau Sega di bahasa Indonesia 😃pokoknya itu sudah). Kalau belum terluka artinya permainan belum selesai.
Sesudah tiba di mata air yang dituju,  kami tidak langsung mengisi cerigen dengan air tapi kami harus latihan menembak terlebih dahulu. Senjata yang kami gunakan cukup diakui pihak kepolisian bahwa bisa membunuh orang. Sepotong lidi yang ditajamkan dibagian ujungnya dan sebuah gelang karet sisa main bandar ataupun tali merdeka. Korban yang kami incar sejak lama dan sangat menggemaskan adalah mereka mereka yang selalu bernyanyi bersahut sahutan dibalik batu. Katak.
Kalau sudah dapat katak ataupun kodok, kami kuliti dan langsung bakar diperapian yang kami buat sebelum menembak.  Rasa dagingnya sangat lezat dan empuk, apalagi tulang tulangnya yang renyah.  Tapi sekarang sudah ada rasa jijik terhadap binatang air ini.
Setelah puas dan biasanya kami akan kembali kerumah kalau matahari sudah mulai tenggelam.  Air yang semula penuh cerigen akan tiba dirumah dalam kondisi separuh.  Separuhnya tumpah dijalan karena kami menggunakan kendaraan roda dua dan melewati jalan yang berliku.  Kami namai itu Oto Dada.  Sebuah bambu bulat dengan panjang sekitar satu meter di ujung depannya diselipkan sebuah besi atau kayu bulat sebagai roda dan di kedua sisinya menggunakan potongan kayu dadap yang dirancang mirip seperti ban.
Bayangkan, menanjak dari kali ke rumah sejauh 3 km dan dua buah cerigen  berisi air penuh menggantung pada bambu yang diletakkan di atas bahu. Kau harus mendorong lebih kuat agar rodanya berputar.  Saat itu, kau tidak sendiri. Kawan kawanmu ada di belakang juga di depan sambil meniru suara mobil sesungguhnya.
" Ngeng.... Ngeng.... Ngeng.... Bip... Bip.. "
Serius.  Memang menggelikan kalau di ingat ingat.  Tapi saya yakin kau bahagia untuk masa kecilmu yang pernah melakukan drama seperti ini.
Setiap pulang sekolah, jadwal kerja kita mengalahkan orang dinas.  Mama sudah buat catatan kecil disepotong kertas yang diselipkan di dinding bambu. Kamu harus melaksanakan semua tugas dari mama yang kadang bisa saja di sapa profos itu. Mulai dari cuci piring, siapkan dinner untuk babi, cari kayu bakar ataupun tumbuk jagung.  Aduh,  kalau sudah baca tulisan dari profos, makan siang yang semula enak jadi sangat hambar, apalagi makan siang yang sudah hancur,  nasi keras dari malam yang separuh hangus. 😣
Kaupun terburu buru untuk melakukan semua tugas itu karena diujung tugas, kau sudah janjian dengan kawan disekolah kalau akan main tali merdeka atau main bandar karet.
Mama e...,  karena keasyikan main tali merdeka, kau lupa mengawasi api didapur yang kau nyalakan untuk merebus jagung. Api mati.  Jagungpun tak berubah. Air dalam periuk tetap dingin. Mama sudah pulang dari kebun.
Lihat wajah profos serasa Mbou di Riung yang mau telan kepala ikan.
Mama,  ampun.... Mama ampun....
Sebilah bambu melayang di betis beberapa kali juga cacian ataupun omelan menusuk dada. Mama e.... Saya rindu itu semua.  Saya rindu profos le... Bae bae kah... 😢😢😢
Waktu mulai beranjak remaja, sudah mulai sedikit nakal. Kadang bapak punya rokok Djitoe yang biasa disebut Jitu ( Jual istri tutup utang) kau ambil sebatang dan dengan beberapa temanmu kau coba nikmati di belakang rumah yang sepi dengan gaya seperti orang frustrasi. Kadang juga,  batang labu jepang kering dibelakang rumah itu jadi mainan rokok andalanmu. Asap mengepul diikuti batuk panjang. Kau menelan asap yang banyak. Tapi ini keren. Anak anak milenial sekarang tidak tau tentang ini.
Saat sudah mengenal banyak teman,  kau mulai belajar mencuri labu jepang ataupun kayu bakar dirumah sebagai tiket masuk nonton bioskop di kampung sebelah. Dulu,  televisi masih sangat langka.  Hanya ada beberapa rumah saja yang memiliki dan kadang itu adalah televisi umum yang disumbangkan dari kantor penerangan.
TVRI menjadi chanel andalan. Tanpa iklan. Gambarnya hitam putih.  Bisa dibuat warna menjadi agak biru, hanya dengan menempelkan selembar kaca plastik di depan tv. Warna gambarnya akan sedikit berubah.
Untuk bisa melihat Midun,  Tania, Grasela Joni dan Ana Maria, Thunder Cats, Mumbra,  dan lainnya,  kau harus bawa buah labu jepang,  kayu bakar dan mandi yang bersih. Karena di depan rumah,  anak bungsu pemilik rumah yang menjaga dan menerima tiket masukmu. Tidak hanya itu saja,  di depan tv itu pemilik rumah sudah membentang tikar dan menumpuk kacang ataupun jagung di tengahnya. Matamu boleh melihat di layar kaca tapi tanganmu harus tetap bergerak. Kupas kacang ataupun memipil jagung. Sungguh ini serius.
Acara tv yang kamu nonton itu,  pasti akan diceritakan ulang bersama kawan-kawanmu. Suara, gerakan dan cara berpakaianpun bisa di buat ulang adegannya. Bahkan sampai membedah keburukan ataupun keunikan dari sinetron tersebut.

                 
Di hari-hari lainnya,  usai membereskan pekerjaan rumah kau bersama teman temanmu berkumpul dibelakang kampung dan mengadakan kompetisi pacuan kuda. Kuda mainan dari batang bambu yang ditunggangi anak lelaki, sedangkan yang perempuan membuka rumah makan dengan menu makan tiruan di tempat pesta.  Semua bahannya dari bambu dan tanah.  Bayarannya menggunakan daun kopi. Ada yang berperan jadi suami, istri dan anak.  Suasananya sangat damai.  Dan bisa bubarpun kalau matahari sudah tenggelam atau ada salah satu orang tua yang tiba tiba nongol membawa sebilah bambu atau lidi. Matanya melotot kiri kanan mengincar anaknya yang menghilang dari rumah. Seketika tanpa komando, kau berlari pulang kerumah. Kompetisi selesai.
 Suatu ketika,  kau mulai berpikir sedikit lebih dewasa.  Kau mulai tertarik dengan lawan jenismu.  Kau sudah mulai sadar itu sedikit lebih bersih dan rapih. Minyak rambut Rita juga minyak rambut Tanco hampir setiap saat melekat di kulit kepalamu. Selalu suka bercermin walaupun di kaca jendela tentanggamu.
Biasanya kalau lagi suka dengan seorang gadis,teman teman akrabmu pasti heboh. Heboh untuk menyusun surat cinta.  Awalnya surat cinta yang dikirim itu berisi biodata dirimu. Itu seperti CV saat melamar kerja sekarang.  😂
Kertas surat itu kau beri sedikit parfum berharap nona yang terima bisa mendekap erat surat itu dan menciumnya.
Sebelumnya komunikasi lisan melalui orang ketiga sudah dijalankan.
" Mina,  Ada salam...
" Dari siapa?
" Oh dari si Lamber..

Mina sedikit tersipu malu dan bilang "balas"
Kemudian heboh dengan seluruh temannya bahkan semua satu ruang kelaspun tau itu.
Itu dulu sangat transparan.
Sehat pokoknya.


Cerita ini nyata LDR ( Lihat, Dengar, Rasakan) dan bertumbuh bersama saya sejak kecil.

Mana Ceritamu.
Kalau kamu juga anak Kampong.

Salam hangat,

Mertin Lusi












1 comment:

Perlukah Memberhentikan pembangun Jalan Trans Di Bumi Papua

  Jalan Trans Papua adalah jaringan jalan nasional yang menghubungkan setiap provinsi di Papua, membentang dari Kota Sorong di Papua Barat...