Orang Muda, Mari tanam Bambu



Sebagai bentuk pertobatan Ekologis, OMK Jerebuu dan Ruto diajak untuk melakukan aksi bersama yakni menanam bambu jenis apa saja. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Nicolaus NoyWuli,S.Pt.M.Si dalam kuliah umumnya yang berlangsung di kampung Batajawa - Jerebuu Minggu 12 Januari 2020.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh seluruh Orang muda Katolik paroki St. Paulus Jerebuu dan OMK Paroki St. Martinus Ruto ( 435 orang)  juga pastor paroki, moderator OMK, dan para tokoh masyarakat kecamatan Jerebuu.
Kuliah umum tersebut merupakan bagian dari rangkaian kegiatan temu OMK ( Persahabatan)  lintas TPAPT yang berlangsung selama dua hari yakni 11-12 januari 2020 yang di pusatkan di Stasi Dona - paroki St. Paulus Jerebuu.  Sebelumnya,  pada hari pertama kedatangan,  OMK kedua paroki ini juga melakukan pertandingan sepak bola wanita dan voly putra untuk saling mengeratkan persahabatan dan diakhiri dengan rekoleksi bertema " Ah Tuhan, Saya ini Masih Muda".
Di hari kedua usai perayaan ekaristi bersama umat Stasi Dona,  acara dilanjutkan dengan kuliah umum bersama Dr. Nicolaus Noywuli yang juga merupakan Staf Ahli Bupati Ngada bidang Kemasyarakatan, SDM dan Litbang.

Menurut Dr. Nico demikian dia biasa disapa,  saat ini kita sedang mengalami Krisis Ekologis yang sangat parah yakni kerusakan terhadap alam terjadi dimana mana, terjadi perubahan iklim, masalah air, hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan kualitas hidup manusia dan kemerosotan sosial, serta ketimpangan global lainnya. Sedangkan untuk di kabupaten Ngada itu sendiri,  kita menghadapi masalah yang sangat serius baik akibat kondisi alamiah, maupun perbuatan manusia.  Secara umum curah hujan di Ngada dan NTT cukup rendah, musim kemarau panjang tirak merata sepanjang tahun,  sehingga mengakibatkan produktivitas lahan rendah, penutupan vegetasi kurang, tanah mudah erosi dan bahan organik untuk menyuburkan tanah kurang. Kondisi alamiah lainnya adalah topografi yakni wilayah daratan sebagian besar terdiri atas gunung dan perbukitan, dengan tingkat kemiringan terjal dan tanah dangkal, sehingga menyebabkan sebagian besar lahan memiliki kegunaan terbatas untuk pertanian. Selain itu, kesadaran masyarakat rendah untuk menjaga lingkungan, dan ini merupakan rangkaian masalah serius yang tengah dihadapi pemerintah dan masyarakat. Akibat keterbatasan lahan, manusia membangun permukiman pada lahan miring, kawasan rawan longsor dan sekitar daerah aliran sungai, sehingga menyebabkan sering terjadi banjir, meningkatnya erosi dan pendangkalan sungai.
Aktivitas konversi (alih fungsi) lahan, perambahan hutan dan kemerosotan kualitas lingkungan alam, lahan kritis semakin meningkat, serta terjadi penurunan debit mata air. Menghadapai berbagai krisis ekologi ini, telah berbagai upaya pelestarian sudah dilakukan untuk memulihkan keadaan bumi. Gambaran kerusakan bumi yang semakin parah juga menjadi perhatian bagi para pemimpin Gereja Katolik.
Oleh karena itu, menanam bambu menjadi salah satu kegiatan dalam perwujudan pertobatan ekologis ini.  Karena Bambu mempunyai sejarah sosial yang panjang di Kabupaten Ngada. Praktek olah bambu dalam berbagai sendi kehidupan di Ngada juga merentang panjang dari sejak zaman prakolonial hingga saat ini. Begitu dekatnya bambu dengan ruang-ruang hidup manusia di Ngada membuatnya termanifestasikan dalam banyak hal, tidak hanya yang terkait dengan rancang bangun, namun juga dalam dongeng, kepercayaan, hingga falsafah hidup.

Isu perubahan iklim yang sangat update adalah peningkatan jumlah tumbuhan penyerap karbon dioksida, karena karbon dioksida merupakan salah satu penyebab utama efek rumah kaca.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa bambu merupakan tumbuhan yang merupakan penyerap karbon dioksida nomor dua terbesar setelah Trembesi. Bambu mampu menyerap CO2 mencapai 12 ton per hektar per tahun. Dengan demikian penanaman bambu merupakan upaya yang sangat penting dalam rangka mereduksi emisi gas rumah kaca. Secara umum, manfaat ekonomis bambu antara lain, bila dibandingkan dengan komoditas kayu, tanaman bambu mampu memberikan peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dalam waktu relatif cepat, yaitu 4-5 tahun. Manfaat ekonomis lainnya adalah pemasaran produk bambu baik berupa bahan baku sebagai pengganti kayu maupun produk jadi antara lain berupa sumpit (chop stick), barang kerajinan (furniture), bahan lantai (flooring), bahan langit-langit (ceiling) masih sangat terbuka untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor.

Dia juga melanjutkan bahwa Sebagai bentuk Pertobatan ekologis bukan hanya sekedar rasa penyesalan, melainkan sebuah gerakan positif guna menjalin relasi yang beradab dengan alam. Baginya, dengan menanam bambu kita sudah berupaya untuk menyelamatkan Dunia.
Sementara itu secara terpisah, pastor paroki St. Paulus Jerebuu dan pastor paroki St. Martinus Ruto ( RD.Tomy Lele dan RD. Ayub ) Ninung mengatakan sangat puas dengan kegiatan yang dilakukan selama dua hari tersebut. Meski demikian,  pihaknya masih sangat berharap bahwa euforia yang terjadi tidak hanya sebatas senang senang namun bisa diimplementasikan secara pribadi sebagai orang muda.
Sedangkan dalam gerakan bersama menanam bambu,  akan direncanakan waktu yang cocok usai melakukan survey lokasi dan kesediaan bubit tanaman bambu.
" Secara Tim kami bersama OMK dua paroki ini, siap untuk tanam bambu" kata RD. Tomy dan RD. Ayub.

( Mertin Lusi)

No comments:

Post a Comment

Perlukah Memberhentikan pembangun Jalan Trans Di Bumi Papua

  Jalan Trans Papua adalah jaringan jalan nasional yang menghubungkan setiap provinsi di Papua, membentang dari Kota Sorong di Papua Barat...