Bahaya Selundup Ikan Segar ke Langa sejak 26 Desember

Bahaya Selundup Ikan segar ke Langa sejak 26 Desember - Februari. 


Di Zaman ini,  sudah banyak generasi muda maupun generasi tua yang sudah tidak memahami Adat istiadat ataupun secara sadar meninggalkan tradisi yang telah lama di percaya oleh leluhur.  
Salah satunya adalah tradisi tidak membawa Ikan segar ke Langa dan mengkonsumsinya selama kurun waktu yang telah ditetapkan oleh Mori Kepo Wesu. 

Di Langa,  pada setiap 26 Desember selalu dimulai dengan ritual Bui Bheri Maghi yang ditandai dengan sekelompok pemuda berburu Ayam di semua kampung di Langa,  kemudian di bakar di Loka Bhe Riwu ( Sebelah Barat kampung Langagedha). 
Keseluruhan proses ini menandai bahwa Reba akan segera dimulai dan masyarakat dihimbau untuk mempersiapkan hati,batin dan segala hal yang berkaitan dalam memaknai upacara Reba yang sesungguhnya.  
Pada upacara Bui Bheri Maghi ini,  akan dilihat Proses Masak Nasi bambu. Ini yang paling inti.  Segala hal yang berhubungan dengan proses ini mengandung banyak arti. Misalkan Nasi yang meluap,  Air yang mendidih hingga meluap dan lain sebagainya.  
Juga yang tidak kalah penting adalah Sejak saat itu yang namanya Ikan Mentah, Lontar dan semua barang barang yang berasal dari laut tidak diperbolehkan masuk Langa hingga Reba usai. 
Reba di Langa akan dimulai pada 15 Januari setiap tahunnya. Setiap orang ( Langa)  wajib mengikuti seluruh tahap ritual Reba yang terjadi setahun sekali ini dan memaknai segala prosesnya.  

Meskipun hari - hari ini Reba yang esensinya merupakan proses kumpul bersama keluarga,bersyukur, evaluasi dan perencanaan untuk kerja dan kehidupan keluarga  selanjutnya, mulai pelan pelan dilupakan. 
Yang ada hanya makan, minum, mabok dan tertawa bersama.  

 Oh ia,  kembali lagi ke topik Ikan segar. Selama beberapa tahun terakhir ini saya selalu berusaha mendekatkan diri dengan para tetua adat di hampir semua kampung di Langa untuk sekedar berbagi tentang adat istiadat. 
Hampir semua mereka bicara kalau ada yang diam diam membawa Ikan segar  atau barang barang dari laut maka alam akan murka. Dengan cara kabut sepanjang waktu, hujan disertai angin.  Meskipun hari hari ini banyak yang lebih percaya pada BMKG.  
Sedangkan bagi pribadi yang diam diam membawa Ikan segar tersebut maka segala upaya, perencanaan hidup yang dilakukannya maupun keluarganya akan mengalami banyak hambatan.  
Yah,  Tradisi ini lebih menekankan bahwa setiap pribadi harus bisa menekan perasaan akan keinginannya terhadap sesuatu.  
Mampu mengolah rasa. 
Dan bila mampu melewati ini maka akan ada spirit dan energi baru yang secara positif dirasakan. 

Semoga 2020 ini,  semakin banyak generasi yang memaknai Reba sepenuh jiwa dan hati. 

Walaupun para pedagang ikan segar sudah sangat menghormati tradisi ini namun  ada pergerakan bawah tanah dari orang Lang itu sendiri yang membawa Ikan segar ke dapur yang notabene dapur itu menyatu dengan Sao Ngaza. 

Mari kita semua,  mengolah rasa dan mengolah hati untuk bisa memaknai Reba dengan penuh gembira. 

Salam hangat di musim hujan yang penuh dengan arak. 

Mertin Lusi. 


2 comments:

  1. luar biasa sekali Ibu Mertin... berbicara tentang larangan untuk TIDAK MEMBAWA MASUK bahan makanan dan barang yang berasal dari daerah pesisir pantai ke wilayah Langa (se ulu Langa Meze)saya pernah punya pengalaman pribadi yang dialami. Pada Tahun 2017 bulan Februari saya pernah (dengan TIDAK SENGAJA) membawa ipu segar yg baru dijaring dari Utaseko (Golewa Selatan) saking gemasnya dengan ipu yg baru didapat saya membelinya sekitar 3 Kg. Saya berpikir berpendapat bahwa kita di Langa sdh selesai Reba (Kobe Su'i) semua. Dengan tidak ad beban saya bawa dengan penuh semangat karna reaksi air liur yg sdh ingin mencicipinya (Boro Saba) hehehehe. Dalam perjalanan dari Utaseko ke Bajawa cuacanya bersahabat sekali, namun saat tiba di Watujaji ke Langa langsung mendung dan gerimis. Masuk daerah Ngedubhaga kabut mulai menyelimuti sepanjang jalan disertai angin. Tapi jujur perasaan saya pada saat itu tidak ada beban sama sekali. Kami waktu itu langsung menuju ke Ngeduwatu di rumahnya K Imel Mola. Saat tiba didepan rumah angin saat itu sangat kencang bahkan sampai satu rumpun bambu yg berada persis dibelakang dapur langsung ambruk dan menimpa dapur rumah. Pada saat itu paman saya Om Ernius Watu ada dirumahnya K Imel. Tanpa basa basi sayapun langsung mengeluarkan oleh - oleh ipu tadi, tapi saat itu juga saya langsung dimarahi habis habisan karna telah membawa oleh - oleh yang ternyata dilarang mulai dari Ma'a de Dela itu. Disitu saya baru sadar bahwa ternyata aturan untuk tidak membawa bahan makanan dari daerah pantai memang benar-benar ada, dan saya sendiri juga ikut ambil bagian pada saat Bui Bheri Maghi pada tanggal 26 Desember. Dari kejadian itu saya langsung percaya dan yakin akan aturan yang dibuat oleh para orang tua/pendahulu Woe Langa.

    ReplyDelete

Perlukah Memberhentikan pembangun Jalan Trans Di Bumi Papua

  Jalan Trans Papua adalah jaringan jalan nasional yang menghubungkan setiap provinsi di Papua, membentang dari Kota Sorong di Papua Barat...