Koperasi Wanita Karya Langa ganti nama menjadi Karya Kasih

 Koperasi Wanita Karya Langa resmi ganti nama Menjadi Karya Kasih melalui rapat Anggota Tahunan ( Sabtu 27/02/2021)




RAT yang berlangsung siang tadi ( Sabtu 27/02/2021) ini dilakukan secara terbatas sesuai protokol kesehatan dengan diikuti oleh 120 anggota perwakilan dari 6 wilayah. 

Saat ini jumlah anggota koperasi 2.346 anggota dengan Aset sebesar 24 miliar lebih. 

Manajer Koperasi Karya Kasih Albina Wae mengatakan RAT tahun buku 2020/2021 ini merupakan RAT yang paling berwibawa dan luar biasa karena adanya pembahasan amandemen AD/ART sehingga pergantian nama juga menjadi bagian dari pembahasan. 
" Ini RAT yang luar biasa karena menghasilkan banyak hal yang dapat membantu perubahan koperasi kedepan yang lebih baik"kata Albina. 

Salam Hormat, 
Mertin Lusi

Kodim 1625 Ngada bantu angkat Air untuk Warga Bomari

 Kamis 25 Februari 2021 lalu,  ditengah cuaca yang mendung - mendung basah, warga sekitar desa Bomari persisnya di jalur kampung Bolengu dan Bomuzi terlihat antusias menyapu dedaunan bambu yang gugur diterpa angin. Halaman rumah juga jalanan bersih dan elok dipandang mata. Aroma tanah basah membangkitkan nostalgila.  Aktivitas ini menyita perhatian banyak orang orang yang sempat lewat. 



Ternyata,  pagi itu kampung Bomuzi akan di kunjungi oleh Mayor Jenderal Maruli Simanjuntak yang  menjabat sebagai Pangdam IX Udayana. 

Kunjungan beliau untuk meninjau secara langsung lokasi mata air Tudharaja yang beberapa hari sebelumnya telah dipasang pompa Hidram oleh Anggota Kodim 1625 Ngada sekaligus berdialog dengan warga setempat. 



Pemasangan Pompa Hidram ini merupakan inisiatif pihak TNI sebagai bagian dari kerja - kerja mendukung kelangsungan hidup masyarakat dengan cara penyediaan sarana air bersih yang memadai. 


Mata Air Tudharaja yang masuk dalam wilayah desa Bomari merupakan salah satu mata air yang memenuhi syarat untuk dilakukan pemasangan pompa Hydram.

Kepala Desa Bomari Pius Liu Paru mengungkapkan dirinya seperti sedang bermimpi bahwa desanya telah di kunjungi oleh Pangdam IX Udayana,  bahwa waktu kerja pemasangan Pompa Hydram yang tidak lebih dari 10 hari,  bahwa pihaknya didatangi oleh tim survey ditengah hujan badai pada 04 Februari lalu kemudian langsung "deal" dan 16  pasukan TNI dari Kodim 1625 Ngada bergerak cepat sore itu juga untuk merapat ke Desa Bomari,  bahwa sejujurnya biaya pemasangan pompa air untuk mengaliri air dari titik sumber ke pemukiman warga, seluruhnya ditanggung oleh pihak Kodim 1625 Ngada. 
" Benar - benar merasakan mimpi di tengah hujan badai dan semua ini sudah terjadi.  Air sudah mengalir sampai disini, kami masyarakat desa Bomari sangat merasakan keberuntungan ini, "katanya. 


Tentang Mata Air Tudha Raja yang persis berada di dusun Bomuzi desa Bomari ini sudah menjadi sebuah tempat yang indah untuk bernostalgia bagi semua warga tidak hanya Bomari,  tapi juga warga desa Borani,Langagedha dan sekitarnya. 
Sejak dulu,  ketika pemerintah belum membentuk lembaga yang namanya PDAM,  ketika belum adanya kendaraan khusus mengangkut air,  dan ketika kata sumber air su dekat itu belum terucapkan dan ketika saya belum direncanakan untuk terlahir,  Mata Air Tudharaja memberikan kelimpahan air yang tak pernah habis.  Debit air sejak dulu hingga sekarang tetap sama dan juga di dukung oleh beberapa mata air lainnya. Sungguh besar.


Masyarakat pada masa itu,  menggunakan air Tudharaja untuk masak,  mandi, cuci dan untuk keperluan lainnya. 
Hampir setiap hari pasti ada wanita - wanita yang secara berkelompok memikul ember bak berisi pakaian menuju mata air ini untuk mencuci dan mandi. 
Kadang pemandangan di sekitar mata air terlihat seperti pasar pakaian karena warga menjemur pakaiannya usai mencuci. Biasanya menjemur pakaian itu di rumah tapi ini disekitar mata air.Ramai, dan menyenangkan.   Itu dulu. Pemandangan ini sudah punah. 


Pemandangan lainnya yang terlihat adalah beberapa gerombolan anak - anak mengambil air menggunakan cerigen bekas minyak goreng yang digantung diatas bambu bulat yang diletakkan diatas bahu dengan dilengkapi ban yang terbuat dari kayu. Mereka menyebutnya Oto. Mendorong dengan penuh semangat meskipun tiba dirumah nanti jumlah airnya berkurang karena tertumpah sepanjang jalan. 


Ada juga beberapa pemuda menjadikan lokasi sekitar mata air sebagai kolam untuk berenang. Mereka merancang kolam dengan menggunakan bambu,batu dan tanah.  Kolam renang alami menjadi wahana untuk latihan renang. 
Anak - anak maupun pemuda masa itu sangat bersemangat untuk bertahan hidup.  Apa adanya. Tanpa mengeluh.  Tanpa merengek.  Dan tentunya lebih sehat dan kuat.  


Semakin kesini,  seiring mulainya pembangunan yang gencar dilakukan oleh pemerintah dan warga sudah perlahan mulai berdaya,  mata Air Tudha Raja pun mulai ditinggal satu persatu warga.  Yang bertahan hanyalah para petani yang kebetulan melintasi tempat itu juga para pemilik ternak lebih khusus Kuda,Sapi dan Kerbau.
Selebihnya,  tidak ada. 

Pompa Hidram yang membantu menggerakkan air untuk mengalir lebih dekat ke dapur warga ini diharapkan menjadi satu - satunya upaya terakhir yang memberi harapan ke masyarakat bahwa kata Sumber Air Su Dekat ini tidak hanya menjadi slogan semata.  Karena sesudah kata itu terlupakan,  biasanya air kembali tidak mengalir dengan banyak alasan. 


 Tapi Keyakinan bahwa aliran air yang digerakkan oleh Pompa Hidram ini akan abadi, serius tergambar dari wajah sumringah kades Bomari saat bercerita tentang kerja Militer anggota Kodim 1625 Ngada ini. Juga serius tergambar dari upaya para tim TNI 1625 Ngada menghadirkan air ke kampung hanya dengan bayaran kata Yakin dan Bersedia dari warga setempat.
Ini baru serius yang namanya Bantuan. Langsung datang tanpa diberi aba-aba dan bergerak bukan mengirim janji terlebih dahulu. 


Sebelum pihak Kodim 1625 Ngada datang dengan sejumlah Moril dan  Material untuk mengelola air di Mata Air Tudharaja,  sudah beberapa kali upaya yang dilakukan oleh beberapa pihak dengan jumlah dana yang tidak sedikit. 

Sekitar tahun 2002, disekitar mata air Tudharaja inipun pernah digelar ritual Adat Ghoro Wae dan pemotongan seekor kerbau yang dihadiri langsung oleh Bupati Ngada dan seluruh warga Langa  sebagai tanda akan adanya peningkatan Kerja dalam mendekatkan aliran air ke rumah warga. 
Dana sebesar 250 juta dari program PPIP pun bergerak untuk pengadaan mesin Diesel dan jaringan perpipaan. Warga sempat merasakan dekatnya air. 


Bila ingin air mengalir warga mesti membayar sejumlah uang yang telah di tetapkan oleh pengelola yang disebut  OMS ( organisasi masyarakat setempat) untuk membeli bahan bakar yang digunakan untuk menggerakan mesin diesel tersebut. 

Hanya beberapa bulan berjalan,  OMS ini menghilang dan airpun tidak mengalir lagi lalu menyusul beberapa pipa yang terpasang pun lenyap, entah siapa yang harus bertanggungjawab. 


Jeda beberapa tahun kemudian, sekitar tahun 2012 datang lagi program yang katanya dari propinsi dengan dana sekitar satu Miliar untuk mengelola mata air yang sama. 
Terpasanglah jaringan perpipaan dan beberapa bak penampung berbentuk persegi ada hampir di semua titik di beberapa kampung. 

Pengelolaan ini langsung dari tim teknis dari propinsi. Wargapun kembali menikmati air lebih dekat.  Untuk menghidupkan mesin Diesel,  warga dengan antusias mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati untuk belanja bahan bakar. 

Beberapa waktu kemudian,  air tidak mengalir, lalu menghilang tanpa mengelolaan yang jelas dan kedua mesin diesel tersebut dibiarkan tanpa perawatan hingga saat ini  dan sampai berkarat bahkan beberapa bagian potongan pipa yang lain sudah hilang jejak.
 



Dari pengalaman yang ada,  sedikit membuat beberapa warga pesimis saat mendengar adanya upaya yang dilakukan oleh anggota TNI.  Namun tanggapan warga yang tidak begitu antusias itu tidak menyurutkan semangat para anggota TNI untuk bergerak. Melihat semangat ketulusan pasukan Loreng ini,  satu persatu warga tergerak hati untuk ambil bagian. Semangat juang para tentara ini membangkitkan harapan warga bahwa ini yang terakhir dan akan abadi. Harapan yang terakhir yang hanya perlu dipupuk dengan semangat keterbukaan dan Ketulusan. 


Terimakasih bapak - bapak anggota Kodim 1625 Ngada,  terimakasih telah membangkitkan semangat Patriot melalui Ketulusan dan Keistimewaan terbesar yang yakni Pengorbanan.  



 






Hidram atau Hidralik ram automatik merupakan suatu alat yang digunakan untuk menaikkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi secara automatik dengan energi yang berasal dari air itu sendiri. Alat ini sederhana dan efektif digunakan pada kondisi yang sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan untuk operasinya. Dalam kerjanya alat ini, tekanan dinamik air yang ditimbulkan memungkinkan air mengalir dari tinggi vertikal (head) yang rendah, ke tempat yang lebih tinggi.

Prinsip kerja hidraulik ram automatik merupakan proses perubahan energi kinetik aliran air menjadi tekanan dinamik dan sebagai akibatnya menimbulkan palu air (water hammer)sehingga terjadi tekanan tinggi dalam pipa. Dengan mengusahakan supaya katup limbah(waste valve) dan katup pengantar (delivery valve) terbuka dan tertutup secara bergantian, maka tekanan dinamik diteruskan sehingga tekanan inersia yang terjadi dalam pipa pemasukan memaksa air naik ke pipa pengantar. 




Salam Hormat, 
Mertin Lusi

PENYAKIT HAWAR DAUN SERANG JAGUNG PETANI DI BAJAWA

 Sehubungan dengan pelaksanaan program tanam jagung panen sapi (TJPS) yang dicanangkan oleh Pemprov. NTT pada musim tanam 2020/2021, turut dilakukan oleh dua kelompok tani binaan Sekolah Tinggi Pertanian Flores Bajawa (STIPER FB). Kelompok STIPER FB Turekisa mengembangkan jagung pada lahan seluas ±6 ha di Desa Turekisa Kecamatan Golewa Barat dan Kelompok STIPER FB Loa mengembangkan jagung di Desa Loa Kecamatan Soa seluas ±5 ha. 



Tujuan pengembangan jagung oleh kelompok tani STIPER FB melalui program TJPS adalah bertujuan ganda yang hendak diperoleh yakni selain produksi jagung juga sebagai media pembelajaran bagi mahasiswa dan dosen STIPER FB. 

Dengan benih jagung varietas Lamuru dan perlakukan yang sama serta dilakukan dengan SOP dan dalam pengawasan PPL dan Pendamping Program TJPS, namun terdapat perbedaan, dimana pada kondisi jagung di lahan Loa walapun ada hama ulat dan tikus kondisinya baik dibandingkan dengan kondisi jagung yang terdapat di lahan Turekisa. 



Hasil investigasi/pengamatan lapangan oleh petugas POPT (Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman) Dinas Pertanian Kabupaten Ngada pada Kamis 11 Februari 2021 menyimpulkan bahwa telah terjadi serangan penyakit HAWAR DAUN hampir seluruhnya pada luas tanam ±6 ha di kebun STIPER FB Turekisa.



Penyebab dan langkah antisipasi atau pengendaliannya disajikan berikut dengan merujuk pada renfensi yang ada: 

Penyakit Hawar Daun, sebagaimana dirilis oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan RI (https://m.facebook.com/Ditjentanamanpangan/photos bahwa Penyakit hawar daun pada jagung disebabkan oleh Helminthosporium turcicum. 

Kehilangan hasil akibat serangan penyakit ini mencapai 70%. Gejala awal serangan berupa bercak kecil, berbentuk oval kemudian bercak semakin memanjang berbentuk ellips dan berkembang menjadi hawar, warnanya hijau keabu-abuan atau coklat. Panjang hawar antara 2,5 - 15 cm dan bercak muncul mulai dari daun terbawah kemudian berkembang menuju daun atas, infeksi berat akibat serangan penyakit hawar daun dapat mengakibatkan tanaman jagung cepat mati atau mengering. Cendawan ini tidak menginfeksi tongkol atau klobot jagung. 

Cendawan ini dapat bertahan hidup dalam bentuk miselium dorman pada daun atau sisa-sisa tanaman dilahan. Pengendalian terhadap penyakit dapat dilakukan dengan menanam varietas tahan hawar daun anatara lain bisma, pioner dan semar. Selain itu perlu dilakukan eradikasi atau pemusnahan seluruh bagian tanaman sampai ke akarnya pada tanaman terinfeksi bercak daun. Pengendalian kimia dapat dilakukan penyemprotan fungisida menggunakan bahan aktif mankozeb atau dithiocarbamate.

 

 


Selain itu juga kondisi lahan pada lingkungan yang basah dan lembab menjadi pemicu berkembangnya penyakit hawar daun dan mampu menimbulkan kerusakan berat hingga gagal panen, (https://www.corteva.id/berita/Penyakit-Hawar-Daun-Kerap-Menyapa-Tanaman-Jagung-Dimusim-Basah.html).

Hawar daun disebabkan oleh cendawan atau jamur, serangan penyakit hawar daun menyukai lingkungan lembab dan basah, penyakit ini memang dikenal memiliki daya rusak yang cukup tinggi.

 Pencegahan dan perlindungan secara kimiawi juga bisa dimulai saat muncul gejala serangan sampai tanaman jagung memasuki masa generatif, yaitu munculnya bunga jantan. Hawar daun biasanya banyak menyerang pada saat tanaman memasuki fase generatif, oleh karena itu penyemprotan fungisida dilakukan saat mulai ada gejala serangan sampai munculnya bunga jantan.



Benih jagung Lamuru adalah nama dari varietas jagung bersari bebas yang dirilis oleh Badan Litbang Pertanian tahun 2000. Jagung ini dirancang untuk wilayah-wilayah dengan kondisi lahan maupun iklim yang kering seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Tengah dan sejumlah kabupaten lainnya di Indonesia,(http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/87917/Keunggulan-Jagung-Komposit-Varietas-Lamuru).

Tindakan pengendalian yang dilakukan oleh anggota kelompok STIPER FB Turekissa adalah dengan melakukan penyemprotan fungisida dithane pad hari ini  (Jumad 12 Februari 2021). 

 Penyemprotan fungisida di kebun Turekisa saat ini juga didampingi oleh petugas POPT, PPL Kecamatan Golewa Barat dan juga pendamping Program PJPS.

 

 Berikut foto tanaman Jagung dengan benih yang sama di lahan Loa kecamatan Soa.






 

 Bajawa, 12 Februari  2021 

 Dr. Nicolaus Noywuli,S.Pt., M.Si

(Ketua STIPER Flores Bajawa) 

KEO TENGAH - NAGEKEO, TEMPAT YANG HILANG DARI CATATAN SEJARAH

 

Kisah yang tidak tercatat dalam Sejarah, bahwa Puncak Keli Koto - Keo Tengah pernah menjadi tempat persembunyian Presiden Soekarno. 

Ini merupakan kisah perjalanan beberapa bulan lalu dan baru dipublikasikan saat ini.  Bagi saya kisah ini perlu semua orang tau bahwa di tempat yang kami datangi pernah menjadi sebuah tempat dengan banyak kisah saat Presiden Pertama RI  pernah tinggal beberapa waktu sebelum kembali ke  Ende.

 ***

Tanggal 17 Agustus selalu menjadi hari yang istimewa bagi seluruh rakyat Indonesia. Di moment tersebut, semangat memajukan bangsa selalu terpupuk kembali, bersamaan dengan curahan rasa hormat atas jasa pahlawan yang telah memerdekakan bangsa, maka Tim kepemudaan Keuskupan Agung Ende menyelenggarakan perjalanan refleksi menelusuri jejak presiden Soekarno saat menyembunyikan diri di bukit Keli Koto desa Paumali kecamatan Keo Tengah - Nagekeo. 

                                                                    Puncak Keli Koto

Menurut ketua Tim Kepemudaan Keuskupan Agung Ende RD. Yohanes Antonius Songka mengatakan bahwa berdasarkan cerita - cerita dari para tetua adat di Keo Tengah maupun Nangaroro bahwa Presiden Soekarno sempat bersembuyi di bukit Keli Koto saat di kejar tentara Belanda dan saat itu diselamatkan oleh almarhum Siprianus Pidi yang menjabat sebagai mandor Belanda pada masa itu. 

" Dari cerita - cerita tetua adat hingga saat ini kami mendengar kisah tentang persiden Soekarno yang hilang dari sejarah. Oleh karena itu,  perjalanan refleksi ini kami buat supaya bisa mengenang kembali,"katanya. 




Perjalanan refleksi sekaligus apel bendera di puncak Keli Koto ini diikuti oleh berbagai komunitas diantaranya Komunitas Seminari St. Paulus Mataloko,  Komunitas Gempa ( Gerakan mengawal Pancasila),  Kepala Sekolah SD Kelimari, Guru SD Paumali, klub Bola Persado,Masyarakat desa Paumali dan beberapa komunitas pencinta alam lainya. 

Pendakian dimulai  dari Desa Koto tepatnya di  pertigaan Dusun Keka Kodo menuju puncak dengan ketinggian kurang lebih 1100 mdpl ini dimulai sejak pukul 09.00 hingga 12.00 dengan melewati beberapa situs kampung lama Koto dan situs bangunan yang penuh misteri berupa beton dengan ketinggian 170 cm yang dibangun pada Mei 1953 silam. 

Usai upacara bendera, kegiatan dilakukan dengan diskusi tentang Pancasila dan refleksi perjalanan. Peserta yang berjumlah 64 orang ini tampak antusias meskipun perjalanan  melewati jalur yang cukup ekstrim. 



Sementara itu secara terpisah Primus yang juga merupakan anak dari almarhum Siprianus Pidi ( mandor Belanda)  membenarkan terkait jalur yang dilalui presiden Soekarno saat bersembunyi di puncak Keli Koto. 

 

" Sejak kecil,  kami selalu mendengar cerita dari orangtua kami terutama bapak bahwa bapak membantu presiden Soekarno untuk bersembunyi di puncak bukit lalu beberapa orang tua kami yang lainnya ditugaskan untuk mengantar makan dan minum ke puncak berupa Ubi Bakar, ikan dan sebagainya,dan cerita itu selalu kami ingat meskipun tidak dijelaskan secara terperinci tahun dan tanggal kejadiannya "kata Primus. 

Nama- nama orang yang di tugaskan untuk mengantar makanan ke puncak Keli Koto ( Alm. Rafael Baje, alm. Ambros Basa, alm. Alex Bheo dan beberapa lainnya). 

 


Pater Rano dan pater Rian dari komunitas seminari st. Paulus Mataloko mengatakan sangat bangga bisa mengikuti Jejak Presiden Soekarno.  Baginya ini merupakan perjalanan yang luar biasa sekaligus bisa mengangkat kembali sejarah yang terlupakan bahwa di puncak Keli Koto ini presiden Soekarno pernah tinggal beberapa waktu.

 


" Ini perjalanan yang luar biasa bahwa kami bisa mengenang presiden Soekarno di bukit Keli Koto yang tidak masuk dalam catatan sejarah. Berharap kedepannya nanti tempat ini bisa menjadi lokasi yang bisa menginspirasi banyak orang, " katanya. 

 

SITUS 170 cm

Cerita lain lagi dari Puncak keli Koto ini yakni terdapat situs bangunan yang penuh misteri berupa beton dengan ketinggian 170 cm  yang dibangun pada Mei 1953 silam. Entahlah, saya dan beberapa teman merasa ada yang aneh dengan bangunan beton di puncak bukit ini. Pasalnya, dari tulisan yang tertera dibagian bawah bangunan tertulis 1953 yang bisa disimpulkan bahwa bangunan ini dibuat pada tahun itu.



Jalur pendakian yang sangat ektrim ini membuat kami berpikir bagaimana cara membawa pasir,semen dan air ke tempat ini. Di masa itu tentu sangat sulit.

 Ataukah ada sesuatu yang tersimpan di dalam bangunan ini?

 Sehingga mengharuskan untuk dibuatkan  tugu ini.

 Ataukah tugu ini sebagai penanda bahwa ada sesuatu di puncak ini?




 Saya mulai berpikir liar. Karena dari pengakuan beberapa warga bahwa di tempat itu juga pernah di datangi oleh 3 Insinyur dari Belanda ke kampung Mabha dengan membawa beberapa peralatan untuk mendeteksi sesuatu, yang mana pada saat itu sebagai warga kampung tidak sedikitpun memiliki rasa ingin tahu yang berlebihan. Beberapa warga lainnya juga mengatakan bahwa disekitar tugu tersebut para Insinyur tersebut mendeteksi adanya sumber api.



Di bangunan berbentuk persegi panjang berdiri tegak ini terdapat beberapa tulisan tangan secara terpisah di beberapa bagian dinding  diatara Unep, inawa,  aboe,pbt,  ros moeda,  mei 1953.

Puncak Keli Koto ini juga merupakan bagian dari jejak kampung lama para leluhur yang kemudian terbagi ke dalam beberapa suku yang menyebar ke daerah  Riti,Mundemi, Maunori suku Koto kampung Koto.



( Ini cerita perjalanan yang penuh dengan tanda tanya. Ini tidak akan pernah selesai. Perlu banyak diskusi, perlu banyak referensi tentang rangkaian cerita diseputaran Keli Koto)

Mari berdiskusi.

 

catatan Perjalanan, 17/08/2020

 

 

 

 

 

 

Air Panas Keli - Tude Jerebuu, Lokasi Wisata Alternatif untuk Relaksasi

Kabupaten Ngada - Flores NTT  memiliki banyak potensi wisata yang layak diperhitungkan.  Selama beberapa tahun terakhir ini ada banyak lokasi wisata yang menjadi tujuan para pelancong baik lokal maupun mancanegara untuk datang sekedar melepas penat dari rutinitas kerja maupun yang datang secara khusus untuk belajar sambil berwisata. 
Hampir di setiap kecamatan memiliki tempat wisata menarik baik alam dan Budaya yang tak terhitung jumlahnya. 



Salah satunya adalah obyek wisata yang ada di kecamatan Jerebuu.  Biasanya orang lebih mengenal Jerebuu dengan kampung Tradisional Bena,Gurusina,Luba,Tololela dan Air Panas Malanage.  Tapi kali ini saya mau berbagi tentang Obyek Wisata Air Panas Keli yang ada di kecamatan Jerebuu juga.  Letaknya persis di dusun  Wae Bajo desa Tiworiwu 1. 
Dari kampung Bena bisa ditempuh dalam waktu lima menit menggunakan kendaraan roda dua lalu berjalan kaki sekitar 15 menit melalui jalan tani. 
Memang agak sedikit rumit untuk bisa sampai di titik yang akan dimulai dengan jalan kaki. Karena memang kita belum memiliki penunjuk jalan atau penunjuk nama tempat yang memadai. Penunjuk jalan yang benar dan pasti hanyalah dengan cara bertanya.  Bertanyalah sesering mungkin ke setiap orang yang di jumpai maka yakinlah tidak akan tersesat.  Semua orang di jalan itu baik dan tulus.  😊😊



Jalurnya kira kira seperti ini bila kita cukup malu untuk bertanya. 
 Bila kita memulai dari arah kota Bajawa,  kita akan melewati kampung Tradisional Bena dan persis di pertigaan sesudah Kampung Bena terdapat pertigaan menuju kampung Tude.  Kita mengikuti jalur kiri menuju kampung Tude tersebut.  Dari pertigaan tersebut kita bisa mengurangi kecepatan dan jangan lupa menghitung dan mengingat. Sekitar dua menit lagi akan tiba di titik setapak. Dalam hitungan Deker yang kedua dan disebelah kirinya terdapat mata air kecil yang bersebelahan dengan rumah berdinding batako,  itulah titik setapak.  Kendaraan bisa di parkir disekitar situ dan dijamin aman. Perjalanan menyusuri setapak akan di mulai dengan melewati persis di samping rumah berdinding Batako. Bila sempat bertemu pemilik rumahnya, silahkan bertanya untuk memastikan kebenaran lokasi. 



15 menit berjalan kaki melewati kebun warga setempat.  Berbagai tanaman pertanian seperti biasa akan dijumpai disana. Unik dari perjalanan sekitar 15 menit ini yakni terdapat banyak tangga yang terbuat dari bambu dengan tinggi sekitar 10 meter lebih menempel hampir disetiap pohon yang ditumbuhi Sirih. Tangga yang terbuat dari bambu tunggal berdiri tegak yang disisipi potongan kayu secara horizontal sebagai tempat pijakan kaki ini cukup ekstrim untuk digunakan. 
Disini, petani menggunakanya untuk memanen sirih yang menjalar di pohon. Bila pohon tingginya 15 meter dan Sirih tumbuh menjalar hingga di ujung pohon,  maka tangga yang dibutuhkan juga sekitar 20 meter. Harga daun sirih di pasar cukup menjanjikan. Tapi nyawa juga menjadi taruhannya karena rata rata para pemanen sirih tidak menggunakan pengamanan yang memadai. 
Semua orang baru yang menyusuri setapak pasti akan mengandaikan bila dirinya adalah orang yang memanen sirih tersebut. 



Berbagai jenis bunga yang tumbuh menempel di pohon sangat menarik untuk dibawa pulang karena hampir mirip dengan bunga yang lagi viral  di media sosial itu. Bunga yang ditinggal suami atau apalah itu 😜😜😜🌿🌿.



Beragam jenis bambu juga ada disana dengan berbagai ukuran, rasanya belajar dan berdiskusi tentang bambu cukup dalam 15 menit.

Lokasi Air Panas Keli ini berada persis di perbatasan antara kebun milik warga. Terdapat empat buah pancuran yang di buat warga setempat menggunakan bambu. Ada yang kecil, sedang dan besar.  Ini seperti disediakan untuk ukuran anak- anak dan orang dewasa. Mandi menggunakan pancuran dengan air panas alami ini memiliki sensasi yang berbeda. 
Di tempat air panas lainnya,  kebanyakan pengunjung hanya bisa berendam saja tapi disini kita bisa berendam sambil membiarkan punggung dipijak alami oleh air yang jatuh melewati bambu ini.  Bau Belerang disini tidak begitu tajam sehingga aman bagi yang sensitif dengan bau belerang. 



Biasanya mandi di Air Panas yang ada kadar belerang itu bikin perut cepat lapar,  tapi disini di air Panas Keli,  kita bisa mandi berjam -jam tanpa rasa lapar.  Bahkan semakin lama semakin betah. 
Tempat ini sangat direkomendasikan bagi yang ingin melakukan relaksasi.  Jangan lupa ajak keluarga karena tempat ini bisa menjadi tempat untuk bernostalgia bagi yang pernah melewati masa kecil yang sumber airnya masih jauh yakni mandi di kali sebelum berangkat ke sekolah. 

Salah seorang warga dusun yang sempat dijumpai mengaku bahwa Lokasi Air Panas Keli ini sudah sempat diwacanakan oleh pemerintah desa Tiworiwu Satu untuk dikembangkan menjadi obyek Wisata. Berhubung saat ini sedang pandemi, tentu realisasinya akan terjadi bila si Covid sudah menjauh.
 

Dari perjalanan ini pula,  saya kemudian tau bahwa di dusun ini akan dilakukan pemboran Gas Bumi. Entahlah,  saya hanya berharap semoga baik baik saja. 

                ( Titik awal Jalan Kaki) 


*Catatan Perjalanan Minggu 07/02/2021*

Terimakasih Opa Pius Muja yang sangat ramah memberikan petunjuk. Tima tii woso juga Santos, Anet dan Siena untuk perjalanan hari ini.  Sehat selalu. 

(Maaf bila catatan perjalanan ini cukup amburadul πŸ˜€πŸ˜€)





Air Panas Keli di Tude Jerebuu jadi lokasi wisata alternatif untuk relaksasi

  


Kabupaten Ngada - Flores NTT  memiliki banyak potensi wisata yang layak diperhitungkan.  Selama beberapa tahun terakhir ini ada banyak lokasi wisata yang menjadi tujuan para pelancong baik lokal maupun mancanegara untuk datang sekedar melepas penat dari rutinitas kerja maupun yang datang secara khusus untuk belajar sambil berwisata. 
Hampir di setiap kecamatan memiliki tempat wisata menarik baik alam dan Budaya yang tak terhitung jumlahnya. 


Salah satunya adalah obyek wisata yang ada di kecamatan Jerebuu.  Biasanya orang lebih mengenal Jerebuu dengan kampung Tradisional Bena,Gurusina,Luba,Tololela dan Air Panas Malanage.  Tapi kali ini saya mau berbagi tentang Obyek Wisata Air Panas Keli yang ada di kecamatan Jerebuu juga.  Letaknya persis di dusun  Wae Bajo desa Tiworiwu 1. 
Dari kampung Bena bisa ditempuh dalam waktu lima menit menggunakan kendaraan roda dua lalu berjalan kaki sekitar 15 menit melalui jalan tani. 
Memang agak sedikit rumit untuk bisa sampai di titik yang akan dimulai dengan jalan kaki. Karena memang kita belum memiliki penunjuk jalan atau penunjuk nama tempat yang memadai. Penunjuk jalan yang benar dan pasti hanyalah dengan cara bertanya.  Bertanyalah sesering mungkin ke setiap orang yang di jumpai maka yakinlah tidak akan tersesat.  Semua orang di jalan itu baik dan tulus.  😊😊


Jalurnya kira kira seperti ini bila kita cukup malu untuk bertanya. 
 Bila kita memulai dari arah kota Bajawa,  kita akan melewati kampung Tradisional Bena dan persis di pertigaan sesudah Kampung Bena terdapat pertigaan menuju kampung Tude.  Kita mengikuti jalur kiri menuju kampung Tude tersebut.  Dari pertigaan tersebut kita bisa mengurangi kecepatan dan jangan lupa menghitung dan mengingat. Sekitar dua menit lagi akan tiba di titik setapak. Dalam hitungan Deker yang kedua dan disebelah kirinya terdapat mata air kecil yang bersebelahan dengan rumah berdinding batako,  itulah titik setapak.  Kendaraan bisa di parkir disekitar situ dan dijamin aman. Perjalanan menyusuri setapak akan di mulai dengan melewati persis di samping rumah berdinding Batako. Bila sempat bertemu pemilik rumahnya, silahkan bertanya untuk memastikan kebenaran lokasi. 



15 menit berjalan kaki melewati kebun warga setempat.  Berbagai tanaman pertanian seperti biasa akan dijumpai disana. Unik dari perjalanan sekitar 15 menit ini yakni terdapat banyak tangga yang terbuat dari bambu dengan tinggi sekitar 10 meter lebih menempel hampir disetiap pohon yang ditumbuhi Sirih. Tangga yang terbuat dari bambu tunggal berdiri tegak yang disisipi potongan kayu secara horizontal sebagai tempat pijakan kaki ini cukup ekstrim untuk digunakan. 
Disini, petani menggunakanya untuk memanen sirih yang menjalar di pohon. Bila pohon tingginya 15 meter dan Sirih tumbuh menjalar hingga di ujung pohon,  maka tangga yang dibutuhkan juga sekitar 20 meter. Harga daun sirih di pasar cukup menjanjikan. Tapi nyawa juga menjadi taruhannya karena rata rata para pemanen sirih tidak menggunakan pengamanan yang memadai. 
Semua orang baru yang menyusuri setapak pasti akan mengandaikan bila dirinya adalah orang yang memanen sirih tersebut. 


Berbagai jenis bunga yang tumbuh menempel di pohon sangat menarik untuk dibawa pulang karena hampir mirip dengan bunga yang lagi viral  di media sosial itu. Bunga yang ditinggal suami atau apalah itu 😜😜😜🌿🌿.


Beragam jenis bambu juga ada disana dengan berbagai ukuran, rasanya belajar dan berdiskusi tentang bambu cukup dalam 15 menit.

Lokasi Air Panas Keli ini berada persis di perbatasan antara kebun milik warga. Terdapat empat buah pancuran yang di buat warga setempat menggunakan bambu. Ada yang kecil, sedang dan besar.  Ini seperti disediakan untuk ukuran anak- anak dan orang dewasa. Mandi menggunakan pancuran dengan air panas alami ini memiliki sensasi yang berbeda. 
Di tempat air panas lainnya,  kebanyakan pengunjung hanya bisa berendam saja tapi disini kita bisa berendam sambil membiarkan punggung dipijak alami oleh air yang jatuh melewati bambu ini.  Bau Belerang disini tidak begitu tajam sehingga aman bagi yang sensitif dengan bau belerang. 



Biasanya mandi di Air Panas yang ada kadar belerang itu bikin perut cepat lapar,  tapi disini di air Panas Keli,  kita bisa mandi berjam -jam tanpa rasa lapar.  Bahkan semakin lama semakin betah. 
Tempat ini sangat direkomendasikan bagi yang ingin melakukan relaksasi.  Jangan lupa ajak keluarga karena tempat ini bisa menjadi tempat untuk bernostalgia bagi yang pernah melewati masa kecil yang sumber airnya masih jauh yakni mandi di kali sebelum berangkat ke sekolah. 

Salah seorang warga dusun yang sempat dijumpai mengaku bahwa Lokasi Air Panas Keli ini sudah sempat diwacanakan oleh pemerintah desa Tiworiwu Satu untuk dikembangkan menjadi obyek Wisata. Berhubung saat ini sedang pandemi, tentu realisasinya akan terjadi bila si Covid sudah menjauh.
 

Dari perjalanan ini pula,  saya kemudian tau bahwa di dusun ini akan dilakukan pemboran Gas Bumi. Entahlah,  saya hanya berharap semoga baik baik saja. 
                ( Titik awal Jalan Kaki) 

*Catatan Perjalanan Minggu 07/02/2021*

Terimakasih Opa Pius Muja yang sangat ramah memberikan petunjuk. Tima tii woso juga Santos, Anet dan Siena untuk perjalanan hari ini.  Sehat selalu. 

(Maaf bila catatan perjalanan ini cukup amburadul πŸ˜€πŸ˜€)





Perlukah Memberhentikan pembangun Jalan Trans Di Bumi Papua

  Jalan Trans Papua adalah jaringan jalan nasional yang menghubungkan setiap provinsi di Papua, membentang dari Kota Sorong di Papua Barat...