Sepa Api Doko Ritual Tendang Bara Api di Langa

Malam ini ( Sabtu,  20 Juni 2020) cukup heboh dikalangan pemuda Langa.  Sejak jam enam sore,mereka saling kontak untuk berangkat ke kampung Langagedha, desa Langagedha kecamatan Bajawa, Flores Indonesia.

                      Foto : Fan Nua


Saya salah satu yang turut heboh namun dengan berat hati untuk tidak masuk dalam tim mereka. Karena saya Perempuan.  Perempuan tidak diperbolehkan untuk menyaksikan secara langsung ritual malam ini.

Malam ini,  sama dengan malam setiap tahun yang lalu di bulan Juni.  Dan akan terus sama di bulan Juni yang akan datang.

"Sepa Api Doko" merupakan ritual wajib yang dilakukan malam ini.  Ritual ini adalah salah satu bagian dari acara Ngede Doko.
Ngede Doko itu sendiri juga merupakan bagian dari tahap-tahap menuju ritual Reba.
Tentunya publik sangat tau dengan yang namanya "Reba Langa", karena kegiatan yang berlangsung selama kurang lebih seminggu di setiap bulan Januari ini sangat menghebohkan jagad raya 😃.



Kembali lagi ke Sepa Api Doko.
Sepa : Tendang
Api : Api
Doko : Nama jenis hama yang kehadirannya sangat merusak kelangsungan hidup dari tanaman Ubi ( Uwi).

Ritual Sepa Api Doko berarti ritual untuk mematikan Doko dengan cara Api di tendang layaknya menendang Bola.
Di zaman para leluhur,  Ubi/ Uwi merupakan makanan pokok. Jadi untuk menjaga ubi tetap dalam keadaan baik hingga masa panen harus dilakukan ritual Sepa Api Doko untuk menghalau hama tersebut.

Sebelumnya,  acara ini diawali dengan Pase Sala Doko atau menggantikan bilah bambu yang telah di anyam setinggi kurang lebih 4 meter yang menurut penuturan warga bahwa anyaman menyerupai pagar tersebut disimbolkan sebagai pagar.
Pagar setinggi 4 meter tersebut berada di kampung Langagedha,tepatnya di sebelah barat pintu masuk menuju kampung Bo Kolo.
Setiap tahun diganti dengan bilah yang baru. Sedangkan bilah atau pagar yang lama tersebut dibongkar dan dibakar menjadi arang di tengah kampung pada malam harinya, kemudian arang tersebut di tendang oleh para lelaki dalam kampung itu.
Ini seperti bermain api,  tapi uniknya tak satupun yang terbakar.
Sebelum api di tendang,  para lelaki yang akan menendang api akan mengawali dengan pantun / Soka Doko yang saling bersahutan sambil mengelilingi bara api.

Begini kira - kira pantun dalam soka Doko :
Doko toro zeta sobo... 
 oo nio tu'u ...
o reta tolo nio tu'u reta tolo..
ooo nio tu'u....
 Ooo beru e raba o
 o raga jawa jawa..
 beru raga raga jawa..
miu bani gho bhai..
bani ai bhai ai  jao tii miu topo..
tii topo  papa boro...
 Tii miu gala tii gala papa  tara...
Tii miu bedi tii bedi papa zengi...
 Tii miu sau tii sau papa zawu...
Meze bara zeta mala....
Tudhi rumi gete lua doko...
sai pau telu..
rei rei... .
Kau me doko doko loe soghe meze..




Setelah mengelilingi bara api,  para lelaki bisa menendang api sebagai tanda siap melawan atau memusnahkan Doko atau hama yang merusak tanaman ubi ini.



Usai kumpulan bara api ditendang,  tetua adat yang dipercaya akan melakukan acara Kela Nio/ Belah Kelapa di ambil airnya dan dioleskan ke setiap kaki para pria yang terlibat dalam ritual ini.
Konon,  dalam ritual ini dipercaya bila ada kaki yang melepuh berarti sebuah pertanda bahwa pria tersebut memiliki masalah pribadi yang masih disimpannya sendiri.

Semua tahapan sejak Pase Sala ini dipimpin oleh kepo wesu dari Sao Mai Mole dan Suri Zia dari Woe Langa Ebu Wuda.
Ritual ini kemudian dilanjutkan kembali keesokan harinya yakni tahapan Ngede Doko.
Sebanyak dua lelaki atau lebih dari Kepo Wesu mengenakan pakaian Adat Sapu Lue dan Boku akan mengelilingi seluruh kampung di Langa untuk Ngede Doko.
Semua rumah/Sao yang mereka datangi wajib memberikan Uwi / Ubi. Dan apabila tidak memiliki Ubi bisa digantikan dengan Sirih Pinang.
Seluruh masyarakat Langa percaya bila tidak memberikan Uwi atau Sirih pinang, pertanda bahwa hasil panenan  lebih khusus Uwi akan buruk di musim ini.
Unik dari ritual ini adalah Perempuan dilarang terlibat sejak acara tendang api.  Padahal menarik sekali untuk saya sebagai perempuan.  Tapi saya sebagai Isi Langa wajib dan dengan tulus hati menaati larangan ini.

Para leluhur kami percaya dan kami pun percaya kalau Perempuan yang terlibat menyaksikan ritual Sepa Api Doko ini akan mendapatkan musibah. Musibahnya adalah akan melahirkan anak kelak yang mirip seperti Doko / Hama tersebut.
Ini sungguh menarik sekaligus menakutkan.
Tapi inilah kebanggaan sebagai Isi Langa.
Demikian kira kira cerita yang saya kumpulkan malam ini.
Mohon maaf bila ada kekeliruan dari tahapan diatas, saya sangat mengharapkan masukan untuk perbaikan.
Sungguh,  saya hanya ingin cerita ini di ketahui banyak orang dan lebih khusus generasi muda Langa.

Tima tii woso,  salam hangat
Mertin Lusi.



1 comment:

Perlukah Memberhentikan pembangun Jalan Trans Di Bumi Papua

  Jalan Trans Papua adalah jaringan jalan nasional yang menghubungkan setiap provinsi di Papua, membentang dari Kota Sorong di Papua Barat...