Aku hanya ingin Hidup Dan tak ingin Kaya Aku ingin melihat banyak Tempat Mendengar banyak suara Dan menghirup banyak Bau Kehidupan. Alangkah mengerikan terpenjara dalam satu Tempat,karena sangat menjemukan. Aku mesti pindah tempat setiap saat, Meski cuma selangkah, Tak ada yang lebih dan tidak Kurang Aku Perempuan.... Meski banyak suara berbondong
Mahasiswa Politehnik Boawae Jadi Pelopor Anti Human Trafficking di Flores
Mahasiswa Politehnik St. Wilhelmus jadi Pelopor dan Pelapor Anti Human Trafficking di Flores.
Berita tentang masalah Perdangan Manusia ( Human Trafficking) seperti menjadi hal biasa di Media Cetak maupun Online. Pasalnya hampir tiap bulan atau hanya dengan jarak Pekan terjadi masalah perdagangan manusia di berbagai wilayah di NTT. Baik itu terjadi penangkapan pelaku saat perekrutan, pengangkutan dan bahkan pengiriman mayat yang menjadi korban dari tindakan ini. Itupun kalau sempat diketahui pohak media. Saya yakin ada banyak masalah yang terjadi diluar sana yang tak seorangpun mengetahuinya.
Sebenarnya yang menjadi akar permasalahan yakni faktor Ekonomi. Kebutuhan yang mendesak dan tidak terpenuhi sedangkan lapangan kerja sangat minim dan adapula yang kurang memiliki pengetahuan dan skill yang memadai.
Menanggapi masalah ini, mahasiswa Politehnik St. Wilhelmus Flores dalam kesempatan Pelatihan Kepemimpinan di rumah ret-ret Boanio ( 6-10/12/2017), merasa prihatin dan membulatkan tekad untuk menjadi pelopor dan pelapor anti Perdagangan Manusia.
Tidak sedikit yang menjatuhkan air mata ketika mendengar sharing dari beberapa peserta yang pernah menjadi TKI di Malaysia maupun tenaga kerja dalam negeri.
" Mil.....kamu cincang - cincang dan ke parit saja,"
Ini kalimat yang membuat hati kami sebagai fasilitator maupun para peserta teriris.
Ini pengakuan dari peserta yang biasa di sapa Kak Mil. Beliau saat ini sedang diujung semester dan akan diwisudakan tahun 2018 nanti. Sebelumnya, dia pernah menjadi TKI selama 12 tahun di Malaysia dan bekerja di perkebunan Kelapa Sawit.
Pada awal keberangkatan dia bersama 39 orang lainnya direkrut oleh sebuah PT yang ada di wilayah keuskupan Agung Ende.
Hampir semuanya tidak memiliki ijasah selain Mil. Karena memiliki ijasah SMA iapun naik jabatan menjadi Mandor dan sering berpindah pindah ke beberapa Kamp. Setelah mengalami banyak hal yang bertentangan dengan Nilai hidup, Mil pun menjadi pemberontak di Kamp Kerja dan secara diam diam membantu tenaga kerja yang ingin kabur.
Kembali lagi ke kata Cincang Cincang dan Keparit itu merupakan kalimat yang sering didengar atau dialamatkan kepadanya untuk menangani bila ada tenaga kerja yang meninggal di Kamp Kerja. Namun semuanya tidak ia turuti.
Diapun mengakui pernah menguburkan rekan kerjanya yang juga sahabat akarabnya dari Flores dikebun kelapa sawit disana. Sebelumnya dia juga mendapat instruksi bahwa mayat sahabatnya dicincang dan dibuang ke parit.
Namun karena tidak terima dengan perintah itu, ia akhirnya menguburkan sahabatnya dengan cara " Apa adanya" dibawah pohon.
Juga banyak cerita lainnya tentang walaupun mendapatkan banyak uang namun selalu saja tidak bisa dirasakan.
Selain itu, peserta yang lainya juga mengakui pernah menjadi Tenaga Kerja di Kalimantan pada usia 18 tahun. Karena kenyataan yang dialami tidak sama dengan janji awal, iapun memutuskan untuk kembali ke Flores.
Juga cerita Albina yang hampir direkrut oleh seorang ibu asal Ende.
Semua cerita ini membuat seluruh ruangan menjadi sangat hening. Seperti ada yang sakit ditengggorokan. Seperti ada yang mengiris hati. Seperti ingin berteriak namun saling menunggu siapa yang mau memulai.
Semua tenggelam dengan cerita cerita pahit ini.
Namun suara Mil membuat seluruh peserta bangkit.
Kami mau menjadi pelopor. Kami mau menjadi pelapor.
Sebagai pemimpin Kelas yang diangkat oleh seluruh peserta, Mil yang juga salah satu aparat desa dan aktivis di Mauponggo menegaskan kepada seluruh peserta bahwa bekerja di daerah sendiri dengan membuka lapangan kerja bagi orang lain merupakan sebuah tindakan yang terhormat.
Sebagai mahasiswa Pertanian, Peternakan, Akuntansi, Nutrisi, TPH mereka bertekad untuk menekuni bidangnya masing-masing dan berjanji menjadi Pengusaha ataupun menjadi pribadi yang peduli dengan orang lain dengan cara membuka lapangan kerja baru didaerah kami kelak
.
Mereka akan berbisnis, mereka akan menjadi peternak dan petani modern dan mereka akan saling menguatkan satu sama lain. Mereka berjanji tidak mau jadi Korban.
Ada pula yang berniat untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang apabila menemui tindakan yang mengarah pada perdagangan manusia.
Rasa bangga dan terharu memenuhiku.
Saya merasa tidak sabar menunggu. Saya sungguh tidak sabar untuk melihat saudara-saudara dari politehnik usai wisuda nanti.
Niat mereka sudah punya. Dan perlu didukung lagi agar semangat ini tetap terjaga. Semoga, siapapun yang membaca tulisan ini bisa membantu saya untuk berdoa bagi seluruh mahasiswa Politehnik ini, juga mendukung dengan cara masing-masing agar impian mereka tercapai. Jangan abaikan mereka.
Karena sayapun demikian sama sama tak ingin menjadi generasi masa depan yang menjadi pekerja keras, hanya untuk menyelesaikan masalah yang diciptakan saat ini.
Terimakasih dan salam hormat.
(Mertin Lusi)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Perlukah Memberhentikan pembangun Jalan Trans Di Bumi Papua
Jalan Trans Papua adalah jaringan jalan nasional yang menghubungkan setiap provinsi di Papua, membentang dari Kota Sorong di Papua Barat...
-
Maria Octaviana Moi asal Bajawa terpilih menjadi Puteri Pendidikan Propinsi NTT 2023. Maria Octaviana Moi kelahiran 29 Oktober 2003, asal d...
-
Toa Kaba neku RD.Lukas Nong Baba siap dilaksanakan Rabu 22 Januari 2020. Foto : Rapat DPP Paroki Langa DPP Paroki Langa...
-
Kampung adat merupakan sebuah wilayah desa yang masih menjaga dengan baik warisan leluhur. Melalui kampung adat ini, kita dapat mempelaja...
No comments:
Post a Comment